DIARY JADI SAKSI
Cerpen Tari Indar
Cerpen Tari Indar
Hari yang cerah. Tetapi tidak secerah keadaan di rumah mewah milik pengusaha sukses itu. Di dalam rumah itu ada seorang anak bernama Nita yang sedang dimarahi ibunya. Itulah yang dialaminya setiap hari. Selalu menjadi seperti pembantu. Tapi memang itulah jalan hidupnya.
“Nit,mana makanannya?”
“iya, bu ini belum jadi.”
“Kamu bisa masak gak sih..?”
“Maaf,bu,”
Dear Diary,
Seperti biasa aku dimarahi lagi sama ibu.
Ya Tuhan, kenapa aku dilahirkan dari ibu yang galak dan ayah yang tidak perhatian. Aku iri dengan teman-temanku, mereka tidak disuruh masak, bersih-bersih, dll. Memang mereka tidak sekaya aku, tapi mereka sangat bahagia.
Tidak seperti aku, ayah berangkat kerja saat aku masih tidur dan pulang pada saat aku sudah tidur. Sedangkan ibu, memang tidak seperti ayah, ibu pulang lebih awal. Tapi setelah pulang, aku pun tidak disapa tapi malah dimarahi. Setiap ibu pulang pasti aku disuruh masak dan bersih-bersih, padahal ada pembantu. Ibu bilang “ayah sama ibu kerja siang malam, tapi kamu malah enak-enakan tinggal makan sama tidur, masak sendiri lalu bersih-bersih biar rumah jadi nyaman ditempati kan kamu juga yang menempati rumah ini!”
“Nitaaaaa, halaman depan belum disapu, cepat di sapu!!” seperti biasa ibu marah-marah, nyuruh aku bersih-bersih.
“Tapi nita lagi belajar bu.”
“Kalau disuruh orang tua itu harus dituruti.”
“Iya, bu.” Dengan malas Nita menyapu halaman depan.
Dear Diary,
Hari ini Aku tidak bertemu ayah.
Ibu tadi marah-marah lagi. Karena aku mengotori lantai. Ibu bilang aku tidak pernah bersih-bersih malah bisanya mengotori. Padahal kan setiap hari aku bersih-bersih bahkan baru satu kali ini aku mengotori rumah itupun aku tidak sengaja. Sekarang Ibu menyuruhku memasak lagi. Aku bingung mau memasak apa, bahan makanan sudah habis. Biasanya Ibu yang membeli bahan makanan. Tapi tadi Ibu bilang “Masak saja apa yang ada, Ibu tidak sempat belanja. Sudahlah kamu itu tingal masak saja kok protes.”
Hari ini Nita bertanya kepada Ibu,
“Bu, ayah kok pulangnya jarang?”
Dengan nada marah, Ibu berkata “Selama ini ayah bekerja keras untuk membiayai makan dan sekolah kamu. NGERTI.....?”
Itu bukanlah jawaban yang diinginkan Nita. Tapi memang seperti itulah adanya. Seperti biasa Nita menulis di diary semua yang dialaminya. Kali ini Nita juga menulis apa yang barusan dialaminya.
Dear Diary,
Hari ini ayah tidak pulang.
Dan seperti biasa Ibu menyuruhku masak. Dan anehnya Ibu tadi berkata kalau aku memasak hanya itu-itu saja. Bagaimana aku bisa memasak dengan menu yang berbeda-beda, Ibu saja membeli bahan masakan juga hanya itu-itu saja setiap hari. Sudahlah.
Itu bukanlah jawaban yang diinginkan Nita. Tapi memang seperti itulah adanya. Seperti biasa Nita menulis di diary semua yang dialaminya. Kali ini Nita juga menulis apa yang barusan dialaminya.
Dear Diary,
Hari ini ayah tidak pulang.
Dan seperti biasa Ibu menyuruhku masak. Dan anehnya Ibu tadi berkata kalau aku memasak hanya itu-itu saja. Bagaimana aku bisa memasak dengan menu yang berbeda-beda, Ibu saja membeli bahan masakan juga hanya itu-itu saja setiap hari. Sudahlah.
Tadi aku bertanya kepada Ibu, kenapa Ayah pulangnya jarang. Lalu Ibu menjawab dengan nada marah. Apakah Ayah dan Ibu tidak Ikhlas membiayai kehidupanku yaa? Aku tidak tahu.
Hari ini Nita pergi ke rumah neneknya. Nita sangat betah bila berada di rumah nenek. Tidak tahu kenapa Nita menceritakan apa yang dialaminya di rumah kepada neneknya. Bukan bermaksud mengadu, Nita bukanlah anak yang suka mengadu. Setelah Nita menceritakan semua yang dialaminya, tiba-tiba neneknya menangis.
“Apa yang terjadi? Mengapa nenek menangis?” Nita bertanya dengan penasaran.
Dengan wajah bingung dan serba salah akhirnya nenek berkata “Sepertinya sudah saatnya nenek memberitahu kamu, Nita.” Nenek berkata dengan air mata yang sudah memenuhi pipinya.
“Apa yang terjadi pada nenek, cepat beritahu Nita nek.” Nita bertanya dengan air mata yang sudah menetes karena melihat neneknya menangis.
“Maafkan Nenek, Nita. Karena baru memberitahu kamu sekarang. Tapi nenek mohon Nita jangan menangis.”
“Apa yang terjadi pada nenek, cepat beritahu Nita nek.” Nita bertanya dengan air mata yang sudah menetes karena melihat neneknya menangis.
“Maafkan Nenek, Nita. Karena baru memberitahu kamu sekarang. Tapi nenek mohon Nita jangan menangis.”
Nenek sangat bingung apakah dia akan melanjutkan peerkataannya atau tidak. Tapi melihat wajah Nita yang sepertinya sangat ingin nenek meneruskan perkataannya. Akhirnya nenek menyerah, “Sebenarnya Nita bukanlah anak kandung dari ayah dan Ibu, Ini bukan salah mereka tapi salah nenek. Nenek ingin sekali mempunyai cucu. Tapi Ayah dan Ibu kamu tidak bisa mempunyai keturunan, dan nenek memaksa mereka untuk mengambil kamu di panti asuhan. Seandainya nenek membiarkan kamu di panti asuhan itu pasti kamu akan menemukan orang tua yang lebih baik dari ayah dan ibu nita yang sekarang. Maafkan nenek, Nita. Ini bukan salah Ayah dan Ibu Nita.” Akhirnya selesai perkataan yang sulit untuk dikatakan dan sangat pahit itu..
Tentu saja Nita menangis. Tapi dia mencoba untuk tegar. “Nenek jangan menangis, ini bukan salah nenek. Lebih baik Nita pulang sekarang. Permisi nenek.” Nita berkata dengan air mata yang jatuh ke pipinya dan langsung berlari ke luar rumah neneknya itu untuk langsung pulang.
Di perjalanan, Nita terus saja menangis. Dia tidak menyalahkan siapa-siapa. Dia menyalahkan dirinya sendiri, karena tidak bisa membuat orang tuanya bangga. Sehingga dia tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Di tengah-tengah perjalanan, Nita berhenti untuk menenangkan hatinya. Dia mengeluarkan diary-nya yang selama ini menjadi temannya yang paling setia. Dia selalu menuliskan apa yang tertulis dihatinya ke diary itu. Kali ini dia juga akan menuliskan apa yang telah didengarnya dari nenek. Dia akan menulis di Diary itu untuk terakhir kalinya. Nita mulai menulis.
Dear Diary,
Nenek mengatakan padaku bahwa aku hanyalah anak angkat. Bagaimana mungkin selama ini aku baru tahu kalau aku itu anak angkat. Nenek bilang ini salahnya, tapi aku tidak menganggap ini salahnya. Ini juga bukan salah kedua orang tua angkatku. Ini adalah salah orang tua kandungku yang meninggalkan aku di panti asuhan. Oh, tidak ini bukan salah siapa-siapa,, percuma nasi telah menjadi bubur.
Mungkin karena aku hanyalah anak angkat, jadi orang tua angkatku tidak memperhatikan aku selama ini. Ini adalah salahku karena tidak bisa membanggakan mereka. Maafkan Nita.
Apa yang harus Nita lakukan sekarang? Mungkin Nita tidak akan pulang ke rumah lagi. Nita tidak ingin menyusahkan orang tua angkat Nita lagi. Dan Nita juga tidak mungkin tinggal di rumah nenek, dia sudah terlalu tua. Mungkin Nita harus pergi jauh. Jauh sekali. Meninggalkan semuanya. meninggalkan orang tua angkat Nita yang selama ini membesarkan Nita walaupun Nita tidak diperhatikan sama sekali. Dan Nita juga harus meninggalkan nenek yang selama ini menyayangi Nita. Maafkan Nita selama ini karena menyusahkan kalian. Ayah, Ibu maafkan Nita selama ini karena sudah menjadi beban hidup kalian. Sekali lagi maafkan Nita.
Nita menutup buku diary-nya. Lalu dia berdiri, walaupun terasa berat untuk berdiri, Nita harus berdiri. Lalu nita berjalan menyusuri jalan raya yang sangat ramai. Tapi menurut Nita jalan itu seperti jalan setapak yang sangat sepi, dikelilingi oleh jurang dan disepanjang jalan terdapat duri-duri yang sangat tajam. Yang membuat Nita tidak ingin meneruskan perjalanannya. Tapi Nita sudah membulatkan tekadnya. Nita harus meneruskan perjalanannya.
Kali ini Nita sudah sampai di depan rumah. Nita tidak bertekad untuk masuk ke dalam rumah. Dia hanya memandangi rumah itu dengan sedih. Dia lebih mendekat ke rumah itu. Nita meletakkan buku diary-nya di meja depan rumah. Nita berkata “Maafkan Nita selama ini. Nita meninggalkan diary Nita agar kalian membacanya. Nita tidak tahu apakah kalian akan membacanya atau tidak. Dan sekali lagi Nita minta maaf. Nita harus pergi.” Nita berharap kedua orang tuanya mendengar apa yang dikatakannya.
Nita pergi dengan perasaan sedih, tapi Nita tidak ingin menangis. Nita berjalan tanpa tujuan. Nita terus berjalan berjalan dan berjalan untuk meneruskan hidupnya.
Baca juga Cerpen Sedih yang lainnya.
0 comments:
Post a Comment