PADANG BULAN
Cerpen Qaem
Di pelataran mesjid taqwa
memandang purnama sangatlah indah
kanvas langit malam menghitam
tambahkan tampak terang kuning semakin menguning
tak ada deretan gemintang
hingga kelam langit luar biasa kelam
dan terang bulan menguning jelas benerang memancar kuning
siapa bilang lukisan malam dengan terang bulan dan kerlip bintang itu menakjubkan?
Indah se indah ketika terang hanya tunggal dan nyala benerang bulan diatas altar kelam mlam yg tak berujung semakin hitam
maka biarkan gemintang memiliki latar hitam masing2 di tempat yg tak berdampingan
karena di pelataran mesjid taqwa
q lihat bulan berdiam dengan sunyi
dia bertasbih
terang kuningnya berderai bak rembesan air mata, bulir demi bulir
merembes menerobos hitam dedaunan yg terlelap lalu brjejak titik demi titik diatas coklat tanah berbelang-belang, kuning-kuning, terang-terang
karena di pelataran mesjid taqwa
q resapi tiap nyawa akan memilih sexap jika mengadu pada tuhan
istighfar, tahmid dan tahlil semakin melebur dalam relung bila sunyi jadi bayang
demikian pada purnama, q lihat dia tidak malu merengek sesenggukan mengadu pada tuhan
berzikir di tiap pantulan sinar, memuji asma tuhan
di pelataran mesjid taqwa
padang bulan bertasbih buat sang pemberi ampunan
lama q tertunduk sebab malu menusuk
purnama yg tak pernah berdosa terus saja merendah
sementara tangan berdecak kotor dan darah tak pernah menyadarkan bahwa pemiliknya makhluk hina
dipelataran mesjid taqwa, masih saja bulan bertasbih dengan derai air mata
q tanyakan pada bayangan tubuh yg sedari tadi diam di tekan hitam
"kapan terakhir aku menangis buat Tuhan"
kelam bayang hanya stagnan, seperti tak mau di hakimi atas mata yg tak pernah basah oleh pexesalan
kelam bayang membisu membiru menambah malu
mengapa wajah tidak bisa terbenam dalam tanah?
Di pelataran mesjid taqwa
berarak awan gempal kelam hitam menambal hitam langit yg sedikit terang
menelan bulan, derai tangis kuningx tersapu, bulan menghilang
kini purnama sampai pada Tuhan
penyesalannya terkabul, syafaat jadi karunia angkat kemulian
"bulan.. Sampaikan maaf q pada tuhan
sampaikan tobat buat tiap lengkung dosa yg berlimpahan
sampaikan tangis q atas angkuh yg melenakan dari kesyukuran
sampaikan permintaan hamba hina, yang masih meminta kasih sayang
bulan, sampaikan semuanya, buat makhluk yg terlalu malu bahkan utk meminta belaian"
***
di pelataran mesjid at-taqwa, seorang bapak di hakimi masa karena kedapatan mencuri 3 ayam warga, dia digiring, disalib, di mandikan bensin, di lempar dalam panas kobaran
di pelataran mesjid, 3 anak kecil, yg 3 hari lalu tak punya secuil makanan, berlari, menghambur pada ramainya warga dan kisaran api yg melempar percikannya
3 anak kecil yg di tiap tangan mereka memegang ayam yang baru saja di bakarkan bapaknya, mereka menangis, meraung-raung sejadi-sejadinya sambil menatap tiap liuk api yg terasa sampai hati
"jangan bakar ayah..!
Jangan bakar ayah...!
Q mohon.. Jangan bakar ayah...!"
memandang purnama sangatlah indah
kanvas langit malam menghitam
tambahkan tampak terang kuning semakin menguning
tak ada deretan gemintang
hingga kelam langit luar biasa kelam
dan terang bulan menguning jelas benerang memancar kuning
siapa bilang lukisan malam dengan terang bulan dan kerlip bintang itu menakjubkan?
Indah se indah ketika terang hanya tunggal dan nyala benerang bulan diatas altar kelam mlam yg tak berujung semakin hitam
maka biarkan gemintang memiliki latar hitam masing2 di tempat yg tak berdampingan
karena di pelataran mesjid taqwa
q lihat bulan berdiam dengan sunyi
dia bertasbih
terang kuningnya berderai bak rembesan air mata, bulir demi bulir
merembes menerobos hitam dedaunan yg terlelap lalu brjejak titik demi titik diatas coklat tanah berbelang-belang, kuning-kuning, terang-terang
karena di pelataran mesjid taqwa
q resapi tiap nyawa akan memilih sexap jika mengadu pada tuhan
istighfar, tahmid dan tahlil semakin melebur dalam relung bila sunyi jadi bayang
demikian pada purnama, q lihat dia tidak malu merengek sesenggukan mengadu pada tuhan
berzikir di tiap pantulan sinar, memuji asma tuhan
di pelataran mesjid taqwa
padang bulan bertasbih buat sang pemberi ampunan
lama q tertunduk sebab malu menusuk
purnama yg tak pernah berdosa terus saja merendah
sementara tangan berdecak kotor dan darah tak pernah menyadarkan bahwa pemiliknya makhluk hina
dipelataran mesjid taqwa, masih saja bulan bertasbih dengan derai air mata
q tanyakan pada bayangan tubuh yg sedari tadi diam di tekan hitam
"kapan terakhir aku menangis buat Tuhan"
kelam bayang hanya stagnan, seperti tak mau di hakimi atas mata yg tak pernah basah oleh pexesalan
kelam bayang membisu membiru menambah malu
mengapa wajah tidak bisa terbenam dalam tanah?
Di pelataran mesjid taqwa
berarak awan gempal kelam hitam menambal hitam langit yg sedikit terang
menelan bulan, derai tangis kuningx tersapu, bulan menghilang
kini purnama sampai pada Tuhan
penyesalannya terkabul, syafaat jadi karunia angkat kemulian
"bulan.. Sampaikan maaf q pada tuhan
sampaikan tobat buat tiap lengkung dosa yg berlimpahan
sampaikan tangis q atas angkuh yg melenakan dari kesyukuran
sampaikan permintaan hamba hina, yang masih meminta kasih sayang
bulan, sampaikan semuanya, buat makhluk yg terlalu malu bahkan utk meminta belaian"
***
di pelataran mesjid at-taqwa, seorang bapak di hakimi masa karena kedapatan mencuri 3 ayam warga, dia digiring, disalib, di mandikan bensin, di lempar dalam panas kobaran
di pelataran mesjid, 3 anak kecil, yg 3 hari lalu tak punya secuil makanan, berlari, menghambur pada ramainya warga dan kisaran api yg melempar percikannya
3 anak kecil yg di tiap tangan mereka memegang ayam yang baru saja di bakarkan bapaknya, mereka menangis, meraung-raung sejadi-sejadinya sambil menatap tiap liuk api yg terasa sampai hati
"jangan bakar ayah..!
Jangan bakar ayah...!
Q mohon.. Jangan bakar ayah...!"
Baca juga Cerpen Islam yang lainnya.
0 comments:
Post a Comment