PERKENALAN YANG SINGKAT
Oleh Gufran Algifari
Sekitar dua tahun yang lalu, aku mengenalnya. Namanya Nada Anggraeni atau bisa ku panggil dia kak Nada. Pertama ku melihatnya, saat ku duduk terdiam disebuah taman yang sunyi. Aku hanya berteman dengan kesepian. Kulihat dia berjalan dengan anggun membawa sebuah buku digenggamannya. Kesepian dan kesunyian yang terjadi langsung hilang saat ku lihat dia berjalan ke arahku.
Dia langsung menyapaku.
“Hai… dik!” katanya dengan suara yang lembut.
“Iyaa kak!” jawabku dengan kaget.
“Adik kenapa?” tanyanya dengan penasaran.
“Tidak apa-apa kak” jawabku dengan gugup.
Sapaan itu membuatku terdiam sesaat. Aku bertanya-tanya “Apakah aku sedang bermimpi?”, aku langsung mencubit kedua pipiku. “Auuuuhh…..!!!” teriakku kesakitan. Kak Nada tersenyum melihat aku melakukan hal bodoh itu.
Dia langsung menyapaku.
“Hai… dik!” katanya dengan suara yang lembut.
“Iyaa kak!” jawabku dengan kaget.
“Adik kenapa?” tanyanya dengan penasaran.
“Tidak apa-apa kak” jawabku dengan gugup.
Sapaan itu membuatku terdiam sesaat. Aku bertanya-tanya “Apakah aku sedang bermimpi?”, aku langsung mencubit kedua pipiku. “Auuuuhh…..!!!” teriakku kesakitan. Kak Nada tersenyum melihat aku melakukan hal bodoh itu.
Kak Nada kini duduk di sampingku, kami bercerita tentang sekolah. Aku tidak bisa melakukan apa-apa saat di dekatnya, kuhanya memandangi rerumputan dan bunga-bunga yang ada di sekitar. Suara ranting yang bergesekan memberikan suara yang dapat memecahkan keheningan di antara kami berdua. Tiba-tiba kak Nada menepuk pundakku dan berkata.
“Dik, kakak pulang dulu yah? Udah sore nih.” Katanya
Aku kaget dan langsung berdiri di hadapannya.
“Iya kak, nanti kakak dicari oleh orang tua kakak” kataku dengan bahagia.
Cahaya senja menapaki tempat aku berdiri. Membuat mata ini terpejam karena cahaya berwarna jingga yang mengarah ke pupil mataku. Malam mulai menutup hari, sekarang aku akan pulang dan melewati jalan setapak yang sunyi dan di kelilingi oleh pepohonan yang rimbun menambah kesan bahwa sepinya hidupku.
Keesokan paginya sinar mentari telah berada tepat diufuk timur, saat sang mentari kembali menyinari duniaku. Aku melawan rasa kantuk yang sangat menggoda. Tapi, sebagai orang yang taat beragama aku melawan rasa kantuk itu untuk menjalankan ibadah sholah subuh. Setelah sholah aku menuju kamar mandi untuk membersihkan badan ini, kemudian setelah badanku bersih, aku langsung memakai seragam sekolah dan menuju ke sekolah untuk menemukan cerita baru. Sekarang aku sudah kelas VIII dan kak Nada kelas IX di SMPN 1 Bulukumba
Sesampai di pintu gerbang sekolah, aku kembali terdiam dan terpaku saat kak Nada berjalan di sampingku. Aku langsung berhenti berjalan.
Tiba-tiba kak Nada menepuk pundakku.
“Kenapa berhenti? Ayo jalan!” katanya dengan senyum manisnya.
“………” aku hanya diam dan menatapnya.
Sekali lagi dia tepuk pundakku dan kali ini dia langsung mengenggam jemariku lalu menarikku masuk ke sekolah. Sesuatu hal yang sangat indah di pagi yang berudara dingin. Sesampai di parkiran kami berpisah karena ruagan kelas kami berjauhan. Sesampai dikelas kuterduduk dan merasa kesepian di antara hiruk pikuk kelasku yang mayoritas kaum hawa dibandingkan dengan kamu adam.
Aku tak sabar menunggu bel istirahat berbunyi. Karena aku akan ke perpustakaan sekolah untuk bertemu dengan kak Nada. Sekitar sejam aku memperhatikan penjelasan dari guruku. Saat ku mendengar bel sekolah berbunyi, aku tak sengaja berteriak, “Yeeeeee…..!!” semua teman-temanku melihatku dan menertawaiku melihat apa yang kulakukan.
Setelah membereskan buku dan pulpen, aku langsung bergegas menuju perpustakaan sekolah. Sebelum menjelajahi buku-buku yang tertata rapi, aku menulis namaku dulu di buku pengunjung dan mencari nama kak Nada. Setelah itu selesai, aku memulai penjelajahanku di buku-buku yang banyak, setelah mendapatkan apa yang kucari, aku langsung duduk disamping kak Nada. Ku duduk disamping kak Nada, aku butuh modal nekad yang besar untuk melakukan itu. Sesekali kami saling menatap tanpa terucap kata sama sekali. Aku menganggap kak Nada sebagai saudaraku, meskipun dia adalah kakak kelas tapi, dia sangat berarti bagiku. Dia memberikan sehelai kertas yang bertuliskan “ AKU TELAH TERBIASA DENGAN HAL ITU”, awalnya kutak tau apa makna dari kalimat itu. Tak berapa lama kemudian bel sekolah berbunyi itu artinya kami harus ke kelas. Saat merapikan kursi kak Nada langsung membisikkan kata yakni, “Dik, itu prinsip kakak..”. mendengar bisikan itu aku langsung bertekad untuk menggunakan prinsip itu.
Percaya atau tidak, banyak yang menganggap aku dan kak Nada pacaran. Tak tau gosip ini beredar dari siapa. Tapi gosip ini menyebar bagai angin yang selalu berada di sekeliling kita. Aku kembali menuju ke kelas karena kak Nada akan ke kelasnya. Pelajaran kali ini adalah bahasa Indonesia. Kami di beri tugas untuk membuat sebuah puisi. Dan aku membuat
Sebuah puisi yang berjudul “Kesepianku”.
“Dik, kakak pulang dulu yah? Udah sore nih.” Katanya
Aku kaget dan langsung berdiri di hadapannya.
“Iya kak, nanti kakak dicari oleh orang tua kakak” kataku dengan bahagia.
Cahaya senja menapaki tempat aku berdiri. Membuat mata ini terpejam karena cahaya berwarna jingga yang mengarah ke pupil mataku. Malam mulai menutup hari, sekarang aku akan pulang dan melewati jalan setapak yang sunyi dan di kelilingi oleh pepohonan yang rimbun menambah kesan bahwa sepinya hidupku.
Keesokan paginya sinar mentari telah berada tepat diufuk timur, saat sang mentari kembali menyinari duniaku. Aku melawan rasa kantuk yang sangat menggoda. Tapi, sebagai orang yang taat beragama aku melawan rasa kantuk itu untuk menjalankan ibadah sholah subuh. Setelah sholah aku menuju kamar mandi untuk membersihkan badan ini, kemudian setelah badanku bersih, aku langsung memakai seragam sekolah dan menuju ke sekolah untuk menemukan cerita baru. Sekarang aku sudah kelas VIII dan kak Nada kelas IX di SMPN 1 Bulukumba
Sesampai di pintu gerbang sekolah, aku kembali terdiam dan terpaku saat kak Nada berjalan di sampingku. Aku langsung berhenti berjalan.
Tiba-tiba kak Nada menepuk pundakku.
“Kenapa berhenti? Ayo jalan!” katanya dengan senyum manisnya.
“………” aku hanya diam dan menatapnya.
Sekali lagi dia tepuk pundakku dan kali ini dia langsung mengenggam jemariku lalu menarikku masuk ke sekolah. Sesuatu hal yang sangat indah di pagi yang berudara dingin. Sesampai di parkiran kami berpisah karena ruagan kelas kami berjauhan. Sesampai dikelas kuterduduk dan merasa kesepian di antara hiruk pikuk kelasku yang mayoritas kaum hawa dibandingkan dengan kamu adam.
Aku tak sabar menunggu bel istirahat berbunyi. Karena aku akan ke perpustakaan sekolah untuk bertemu dengan kak Nada. Sekitar sejam aku memperhatikan penjelasan dari guruku. Saat ku mendengar bel sekolah berbunyi, aku tak sengaja berteriak, “Yeeeeee…..!!” semua teman-temanku melihatku dan menertawaiku melihat apa yang kulakukan.
Setelah membereskan buku dan pulpen, aku langsung bergegas menuju perpustakaan sekolah. Sebelum menjelajahi buku-buku yang tertata rapi, aku menulis namaku dulu di buku pengunjung dan mencari nama kak Nada. Setelah itu selesai, aku memulai penjelajahanku di buku-buku yang banyak, setelah mendapatkan apa yang kucari, aku langsung duduk disamping kak Nada. Ku duduk disamping kak Nada, aku butuh modal nekad yang besar untuk melakukan itu. Sesekali kami saling menatap tanpa terucap kata sama sekali. Aku menganggap kak Nada sebagai saudaraku, meskipun dia adalah kakak kelas tapi, dia sangat berarti bagiku. Dia memberikan sehelai kertas yang bertuliskan “ AKU TELAH TERBIASA DENGAN HAL ITU”, awalnya kutak tau apa makna dari kalimat itu. Tak berapa lama kemudian bel sekolah berbunyi itu artinya kami harus ke kelas. Saat merapikan kursi kak Nada langsung membisikkan kata yakni, “Dik, itu prinsip kakak..”. mendengar bisikan itu aku langsung bertekad untuk menggunakan prinsip itu.
Percaya atau tidak, banyak yang menganggap aku dan kak Nada pacaran. Tak tau gosip ini beredar dari siapa. Tapi gosip ini menyebar bagai angin yang selalu berada di sekeliling kita. Aku kembali menuju ke kelas karena kak Nada akan ke kelasnya. Pelajaran kali ini adalah bahasa Indonesia. Kami di beri tugas untuk membuat sebuah puisi. Dan aku membuat
Sebuah puisi yang berjudul “Kesepianku”.
Kesepianku
Ku terduduk disini
Hanya sinar lampu yang menyinari
Hanya sepi yang menemani
Tak ada seorang pun menemani
Mungkin aku tak layak
Mungkin aku tak pantas
Mungkin aku tak dapat
Mendapatkan kebahagian dunia
Bel tanda pulang pun berbunyi, aku mengakhiri petualanganku hari ini disekolah. Ku berjalan keluar sekolah bersama kak Nada. Setiap hari bersama kak Nada membuatku terbiasa berada di dekatnya.
Selama ini aku berada di antara kesunyian. Tapi, dengan hadirnya kak Nada kesepian itu mulai musnah. Kini kebahagian bersama kak Nada telah memulihkan segalanya. Berbagi suka dan duka bersama kak Nada adalah hal terindah yang pernah aku alami. Aku berdoa “yaa.. tuhan, kumohon agar waktu tidak berputar begitu cepat!” pintaku dengan penuh harap. Kadang aku menyesali diriku karena aku tidak bisa membuat kak Nada tersenyum di saat aku berada didekatnya.
Sesampai dirumah aku langsung merebahkan diriku di ranjang. Aku membayangkan jika kak Nada sudah lulus dari sekolah ini, mungkin aku akan seperti pulpen tanpa tinta. Disimpan dan diacuhkan. Sekitar seminggu lagi kak Nada akan melaksankan Ujian Nasional.
Malam kembali menutup hariku, kini aku lelah dan ingin beristirahat. Tapi, mataku tak ingin tertutup karena membayangkan hal yang memilukan itu dan menerka-nerka apa yang terjadi besok. Kuingin hariku selalu bahagia, bersama-sama dengan kak Nada.
Kini mataku terasa berat dan kini ku terlelap dengan suara tetesan air hujan yang jatuh ke atas permukaan bumi dan ditemani oleh hawah dingin yang menusuk kaki tapi, menambah nikmatnya malam ini. Ku bermimpi dan berteriak menyerukan namanya, “kak Nadaaaa…..”, aku terbangun dari mimpi yang tak jelas ini. Mungkin karena kak Nada selalu berada dibenakku.
Mimpi ini membuat tenggorokanku kering, aku langsung berjalan menuju dapur untuk mencari gelas untuk ku tempati air sebagai pelepas dahagaku ini. Saat minum ku mendengar suara kehidupan malam yang terjadi disekitarku. Suara jangkrik-jangkrik yang memilih nada yang harmonis bagiku dan dapat memecahkan kesunyian malam ini. Setelah minum aku langsung menuju ranjang dan melanjutkan tidurku.
Keesokan paginya aku hanya terbaring dikasur karena hari ini libur UN. Sekitar seminggu aku libur, hanyut dalam kesunyian. Aku sibuk dengan kesibukanku yakni dengan bermain game online, orang tua dan adikku juga sibuk dengan kesibukan mereka.
Terkadang aku ingin libur karena aku dapat terbebas dari tugas sekolah yang menumpuk. Tapi terkadang juga aku ingin sekolah karena aku rindu suasana sekolah tempat dimana ku dapat mendapatkan pengalaman baru bersama teman-teman dan terutama kak Nada.
Besok aku akan ke sekolah karena besok sudah sekolah. Rasanya aku tak ingin ke sekolah sebab kak Nada tidak datang ke sekolah. Tapi apa boleh buat aku harus ke sekolah. Seperti hari-hari biasanya tapi kini berbeda tanpa kak Nada berjalan disampingku. Jam istirahat ku habiskan ditaman sekolah, dan tidak ke perpustakaan. Ini terjadi selama sebulan lebih dan semua terasa seperti dulu, iya yakni kesunyian. Aku dengar, besok akan diadakan perpisahan siswa kelas IX disekolahku. Itu berarti besok saat yang tepat untuk meluapkan rasa rinduku kepada kak Nada.
Aku pulang dengan wajah yang murung. Aku berjalan dengan pelan memerhatikan semuanya. Aku berfikir kalau hewan-hewan ini sedang menatapku. Mungkin mereka bertanya-tanya “Kenapa anak muda itu?”, ahh itu hanya khayalan belaka. Tiba dirumah aku langsug berbaring karena udara dingin yang menusuk kaki yang nikmat untuk tidur.
Selama ini aku berada di antara kesunyian. Tapi, dengan hadirnya kak Nada kesepian itu mulai musnah. Kini kebahagian bersama kak Nada telah memulihkan segalanya. Berbagi suka dan duka bersama kak Nada adalah hal terindah yang pernah aku alami. Aku berdoa “yaa.. tuhan, kumohon agar waktu tidak berputar begitu cepat!” pintaku dengan penuh harap. Kadang aku menyesali diriku karena aku tidak bisa membuat kak Nada tersenyum di saat aku berada didekatnya.
Sesampai dirumah aku langsung merebahkan diriku di ranjang. Aku membayangkan jika kak Nada sudah lulus dari sekolah ini, mungkin aku akan seperti pulpen tanpa tinta. Disimpan dan diacuhkan. Sekitar seminggu lagi kak Nada akan melaksankan Ujian Nasional.
Malam kembali menutup hariku, kini aku lelah dan ingin beristirahat. Tapi, mataku tak ingin tertutup karena membayangkan hal yang memilukan itu dan menerka-nerka apa yang terjadi besok. Kuingin hariku selalu bahagia, bersama-sama dengan kak Nada.
Kini mataku terasa berat dan kini ku terlelap dengan suara tetesan air hujan yang jatuh ke atas permukaan bumi dan ditemani oleh hawah dingin yang menusuk kaki tapi, menambah nikmatnya malam ini. Ku bermimpi dan berteriak menyerukan namanya, “kak Nadaaaa…..”, aku terbangun dari mimpi yang tak jelas ini. Mungkin karena kak Nada selalu berada dibenakku.
Mimpi ini membuat tenggorokanku kering, aku langsung berjalan menuju dapur untuk mencari gelas untuk ku tempati air sebagai pelepas dahagaku ini. Saat minum ku mendengar suara kehidupan malam yang terjadi disekitarku. Suara jangkrik-jangkrik yang memilih nada yang harmonis bagiku dan dapat memecahkan kesunyian malam ini. Setelah minum aku langsung menuju ranjang dan melanjutkan tidurku.
Keesokan paginya aku hanya terbaring dikasur karena hari ini libur UN. Sekitar seminggu aku libur, hanyut dalam kesunyian. Aku sibuk dengan kesibukanku yakni dengan bermain game online, orang tua dan adikku juga sibuk dengan kesibukan mereka.
Terkadang aku ingin libur karena aku dapat terbebas dari tugas sekolah yang menumpuk. Tapi terkadang juga aku ingin sekolah karena aku rindu suasana sekolah tempat dimana ku dapat mendapatkan pengalaman baru bersama teman-teman dan terutama kak Nada.
Besok aku akan ke sekolah karena besok sudah sekolah. Rasanya aku tak ingin ke sekolah sebab kak Nada tidak datang ke sekolah. Tapi apa boleh buat aku harus ke sekolah. Seperti hari-hari biasanya tapi kini berbeda tanpa kak Nada berjalan disampingku. Jam istirahat ku habiskan ditaman sekolah, dan tidak ke perpustakaan. Ini terjadi selama sebulan lebih dan semua terasa seperti dulu, iya yakni kesunyian. Aku dengar, besok akan diadakan perpisahan siswa kelas IX disekolahku. Itu berarti besok saat yang tepat untuk meluapkan rasa rinduku kepada kak Nada.
Aku pulang dengan wajah yang murung. Aku berjalan dengan pelan memerhatikan semuanya. Aku berfikir kalau hewan-hewan ini sedang menatapku. Mungkin mereka bertanya-tanya “Kenapa anak muda itu?”, ahh itu hanya khayalan belaka. Tiba dirumah aku langsug berbaring karena udara dingin yang menusuk kaki yang nikmat untuk tidur.
Aku tertidur hingga sang mentari kembali keperaduannya. Aku terbangun untuk makan dan mengerjakan tugas dari guru tadi waktu disekolah. Setelah semua selesai aku
langsung tertidur karena lelah mengerjakan tugas yang banyak tadi.
Keesokan paginya, aku tak kuasa berjalan karena ku tau hari ini adalah hari yang menyedihkan. Berpisah dengan kak Nada itu sungguh berat. Dia adalah sosok kakak yang sangat berharga bagiku.sekitar dua tahun lalu ku mengenalnya tapi itu waktu yang singkat. Tapi sebagaian orang yang mengatakan itu lama. Tapi itu singkat. Saat berjalan menuju aula sekolah, aku dan kak Nada berpelukkan, kurasakan hangat kasih sayang dari seorang kakak yang dapat membuatku bahagia. Hingga kulihat dia menteskan air matanya.
Aku langsung memegang kedua bahunya dan berdiri di hadapannya.
“Kak jangan menangis donk, adik juga sedih melihatnya”
“Kakak gak nangis kok dik, kakak bahagia dapat bersama adik”
“kitakan bisa bertemu lagi tahun depan di SMA”
“Adik janji yah?”
“Iya kak.. adik janji kok”
Momen indah ini tidak berlangsung lama, aku berdiri diantara kesedihan yang melanda kakak kelas yang sudah ingin meninggalkan guru dan adik-adik kelasnya. Setelah acara selesai aku langsung menghampiri kak Nada untuk menuju pintu gerbang dan kak Nada pun pulang.
Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu dengan kak Nada lagi. Setiap aku ke rumahnya dia tidak ada, mungkin dia sibuk dengan kesibukannya sendiri. Aku kembali menyusuri jalan hidup yang hanya berisi kesunyian. Selamat jalan kak Nada.
SELESAI
PROFIL PENULIS
Nama Gufran Algifari
Aku lahir di Watampone, 2 April 1998 sulawesi selatan dan suka sastra
0 comments:
Post a Comment