GORESAN HATI
Cerpen Chici Pratiwi
Mengembara hidup memang tak semudah yang ada di benak kita. Hidup memang penuh dengan liku-liku cobaan. Bahkan hidup dapat mempertaruhkan nyawa kita sendiri. Terkadang kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di kehidupan kita. Kita hanya dapat bersabar, berusaha serta berdoa jika hidup kita sedang diuji. Hembusan angin yang mencoba masuk ke cela ventilasi kamarku membuat aku menarik kembali selimut yang terlepas dari tubuhku. Malam itu terasa sangat sejuk dan menyenangkan. Tak pernah ku merasakan apa yang akan terjadi ketika hari esok tiba. Malam itu membuatku semakin terlelap tidur hingga pagi datang kembali. Hari itu tak berniatku untuk pergi sekolah karena aku baru saja menyesaikan ujian akhir sekolah saatku duduk di bangku SMP. Namun setelahku memikirkan hal itu, aku lebih memilih untuk pergi ke sekolah. Tak ada rasa curiga sedikitpun aku berangkat ke sekolah. Seperti biasa aku berpamitan kepada kedua orang tuaku.
Tibanya di sekolah, aku mencari teman-temanku yang tengah duduk di kantin sekolah. Seperti biasa kami selalu tertawa canda bersama. Hari itu tampak bahagianya menikmati bermain canda tawa di kantin sekolah. Tak biasanya aku sebahagia itu. Teman-temanku pun banyak yang bilang kalau hari ini aku terlihat bahagia sekali. Aku tak menghiraukan mereka berkata seperti itu. Aku kira mereka hanya sekedar bercanda tapi hari itu memang banyak sekali yang berkata seperti itu.
Sepulang dari sekolah, aku lebih memilih untuk bermain kerumah teman di bandingkan untuk pulang kerumahku. Entah mengapa hari itu aku seperti itu. Aku tak tahu apa yang akan terjadi. Aku pergi bermain kerumah teman bersama Putri. Putri adalah salah satu teman dekatku yang ada di sekolah ku. Menurutku Putri anaknya baik. Tak lama kemudian aku dan Putri tiba dirumah temanku yang bernama Olin. Olin adalah teman dekatku yang kedua. Kami mulai dekat ketika naik ke kelas IX. Hari itu juga saat dirumah Olin aku merasakan mataku terasa berat sekali seakan mengundang mataku untuk tertidur di terik yang sangat panas itu. Terasa sejuknya angin yang menghembuskan tubuhku, aku pun memilih untuk tidur-tiduran di sebuah kursi rotan Olin. Kepalaku telah menempel di atas tas sekolahku yang saat itu aku jadikan sebuah bantal, tiba-tiba getaran Hp ku saat itu menganggu istirahatku disebuah rotan itu. Ternyata seseorang yang menelponku. Aku lalu mengangkat telpon itu, hanya bunyi tangisan yang tak jelas ku mendengarkannya.
Sepulang dari sekolah, aku lebih memilih untuk bermain kerumah teman di bandingkan untuk pulang kerumahku. Entah mengapa hari itu aku seperti itu. Aku tak tahu apa yang akan terjadi. Aku pergi bermain kerumah teman bersama Putri. Putri adalah salah satu teman dekatku yang ada di sekolah ku. Menurutku Putri anaknya baik. Tak lama kemudian aku dan Putri tiba dirumah temanku yang bernama Olin. Olin adalah teman dekatku yang kedua. Kami mulai dekat ketika naik ke kelas IX. Hari itu juga saat dirumah Olin aku merasakan mataku terasa berat sekali seakan mengundang mataku untuk tertidur di terik yang sangat panas itu. Terasa sejuknya angin yang menghembuskan tubuhku, aku pun memilih untuk tidur-tiduran di sebuah kursi rotan Olin. Kepalaku telah menempel di atas tas sekolahku yang saat itu aku jadikan sebuah bantal, tiba-tiba getaran Hp ku saat itu menganggu istirahatku disebuah rotan itu. Ternyata seseorang yang menelponku. Aku lalu mengangkat telpon itu, hanya bunyi tangisan yang tak jelas ku mendengarkannya.
Aku pun tersentak untuk bangun dari kursi rotan itu. Hatiku berdetak semakin kencang, mukaku berubah menjadi merah, hatiku menjadi sakit dan pikiranku galau setelah mendengar seorang wanita yang menghubungi aku. Tetesan air mata yang seolah menjelaskan suasana yang tengahku alami membuat teman-temanku merasa heran. Aku terdiam sambil meneteskan air mata. Tak ada yang dapat ku lakukan kecuali menangisi informasi itu. Entah itu benar atau hanya isu belaka. Tapi yang jelas jika itu benar aku takkan pernah membiarkan orang itu hidup tenang.
Aku mencoba menghubungi keluargaku yang ada dirumah dan ternyata kabar itu adalah kabar yang paling menyakitkan yang pernah ku alami. Tak pernah ku membayangkan kalau masih ada juga orang yang sekejam itu. Tetesan air mataku semakin deras mengalir sehingga membasahi wajahku. Keringat dingin pun merasuk di ujung jemariku. Kekesalan yang ku rasakan saat itu hanya membuatku menjadi gelisah.
Aku pun dengan cepat untuk pergi ke rumah sakit. Aku sangat mengkhawatirkan kondisi ayahku. Pikiranku kacau, tak mengerti akan cobaan yang menimpah ayahku. Sepanjang jalan air mataku tak berhenti mengalir deras. Sesampainya di rumah sakit bersama 2 orang temanku, aku langsung menuju sumber informasi pasien. Aku menanyakan tentang ciri-ciri ayahku. Ternyata ayahku masih berada di ruang IGD. Hatiku gelisah karena memikirkan keadaan ayahku. Saat memasuki ruang IGD dengan spontan aku teriak dengan menyebut nama” ayah “. Tak ku hiraukan semua orang yang ada diruangan itu. Tiba-tiba seseorang memberitahukan posisi ayahku. Aku langsung berlari dan membuka tirai tempat ayahku terbaring lemah dengan beralaskan selimut yang menutupi dari ujung kakinya sampai lehernya.
Aku mencoba menghubungi keluargaku yang ada dirumah dan ternyata kabar itu adalah kabar yang paling menyakitkan yang pernah ku alami. Tak pernah ku membayangkan kalau masih ada juga orang yang sekejam itu. Tetesan air mataku semakin deras mengalir sehingga membasahi wajahku. Keringat dingin pun merasuk di ujung jemariku. Kekesalan yang ku rasakan saat itu hanya membuatku menjadi gelisah.
Aku pun dengan cepat untuk pergi ke rumah sakit. Aku sangat mengkhawatirkan kondisi ayahku. Pikiranku kacau, tak mengerti akan cobaan yang menimpah ayahku. Sepanjang jalan air mataku tak berhenti mengalir deras. Sesampainya di rumah sakit bersama 2 orang temanku, aku langsung menuju sumber informasi pasien. Aku menanyakan tentang ciri-ciri ayahku. Ternyata ayahku masih berada di ruang IGD. Hatiku gelisah karena memikirkan keadaan ayahku. Saat memasuki ruang IGD dengan spontan aku teriak dengan menyebut nama” ayah “. Tak ku hiraukan semua orang yang ada diruangan itu. Tiba-tiba seseorang memberitahukan posisi ayahku. Aku langsung berlari dan membuka tirai tempat ayahku terbaring lemah dengan beralaskan selimut yang menutupi dari ujung kakinya sampai lehernya.
Kekecewaan yang ku rasakan dan kebencian yang menghampiriku. Sungguh bukan perbuatan manusia jika melihat kondisi ayahku seperti ini. Tak pernah ku bayangkan ayahku tersiksa dan tersakiti ketika ingin berjuang memberantas seorang korupsi. Mereka memang tak mempunyai hati. Mereka telah dibutakan oleh kekayaan dan keegoisan. Sampai kapanpun aku tak akan pernah bisa melupakan kejadian yang sangat menyakitkan dalam hidupku. Walaupun aku tak bisa membalas semua perbuatan keji itu tapi sesungguhnya Allah Tuhanku takkan pernah tidur ketika melihat hambanya tersakiti. Saat itu ku hanya bisa pasrah menerima karena suatu saat mereka pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatan mereka sendiri.
Semenjak kejadian itu aku lebih termotivasi untuk menjadi sesorang yang berjiwa besar seperti ayahku. Meski resiko pekerjaan ayahku sangat besar tetapi tak pernah membuat ayahku mengeluh dan mundur. Bahkan ayahku rela mempertaruhkan nyawanya hanya untuk membela kebenaran bukan untuk mencari sensasi belaka.
Semenjak kejadian itu aku lebih termotivasi untuk menjadi sesorang yang berjiwa besar seperti ayahku. Meski resiko pekerjaan ayahku sangat besar tetapi tak pernah membuat ayahku mengeluh dan mundur. Bahkan ayahku rela mempertaruhkan nyawanya hanya untuk membela kebenaran bukan untuk mencari sensasi belaka.
PROFIL PENULIS
Heii..
Namaku Chici Pratiwi. Biasa di panggil cece. Aku lahir di Bengkulu tanggal 16 Januari 1996. Sekarang aku masih menjadi seorang pelajar SMA. Kalo mw kenal lebih deket lagi sama aku bisa liat di fb aku aja https://www.facebook.com/chici.pratiwi
Namaku Chici Pratiwi. Biasa di panggil cece. Aku lahir di Bengkulu tanggal 16 Januari 1996. Sekarang aku masih menjadi seorang pelajar SMA. Kalo mw kenal lebih deket lagi sama aku bisa liat di fb aku aja https://www.facebook.com/chici.pratiwi
Baca juga Cerpen Sedih dan Cerpen Motivasi yang lainnya.
0 comments:
Post a Comment