Saturday, June 2, 2012

Cerpen Cinta - Kejujuran Kasih

KEJUJURAN KASIH
Oleh Dwi Maryanti

Kadang mencoba jujur itu susah. Apalagi kalau kita dihadapkan oleh dua pilihan yang sama-sama kita inginkan. Lalu hal bijak apa yang harus kita lakukan. Hal itulah yang sedang dihadapi rara. Hari ini banyak sekali hal yang harus dia selesaikan. Namun disela-sela kesibukannya itu ia masih harus mengurusi satu urusan yang menurut dia juga penting.

“ ra, pulang sekolah yogma mau ngomong sama kamu!” mini mencegat rara yang lagi jalan menuju ruang teater. “ mau ngapain min?” rara bingung. “ aku nggak tau, tapi kata dia penting. Udah temuin aja. Toh, ridwan tadi udah pulang kok. Jadi santai aja!” mini malah menggoda rara. “ apaan sih min?” rara tersipu malu. “ yaudah deh aku udah selesai mengemban tugas jadi aku mau pulang.” Mini udah mau pergi. “ ehh min tunggu!” tiba-tiba rara menyuruhnya berhenti. “ kenapa?” mini bertanya. “ emang beneran ridwan udah pulang?” rara bertanya berbisik. “ ciyaahh ternyata mau tanya itu. Iya rara sayang. Tuh barusan aku liat dia pulang. Udah santai aja kamu aman kok.” Mini menggoda lagi. “ yaudah deh makasih ya mini.” Rara tersenyum. “ oke deh sama-sama rara. Sukses ya.” Mini meninggalkan rara sambil menyimpan harapan besar.

Perasaan memang tidak selamanya bisa dibohongi. Apalagi ini sudah menyangkut hati, sekecil apapun tindakan kita pasti akan sangat sensitif untuk hati kita kedepannya. Rara mulai dilanda dilema antara memilih tetap bersama ridwan atau bersama yogma namun sesuai dengan isi hatinya saat ini. Ridwan adalah teman sekelas Rara, karena ada insiden kecil yaitu mereka dituntut untuk beradegan sebagai sepasang kekasih untuk teater sekolah. Dari adegan itu ternyata asmara semu yang semula hanya karakter berubah menjadi sebuah cerita cinta nyata. Tidak bertahan lama setelah kisah-kasih itu terjalin. Rara harus menelan dilema yang amat berat. Yogma cinta pertama sekaligus lelaki pertama yang membuatnya buta akan cinta kini datang lagi padanya. Beberapa bulan lalu rara terkejut saat melihat yogma berjalan-jalan bebas di lingkungan sekolahnya. Ia sama sekali tak berani menyapa bahkan tersenyum dengannya. Kejadian semasa SMP membuatnya sadar bahwa yogma terlalu sempurna untuk dirinya.

Sampai kelulusan datang dan kabar gembira itu datang. Rara lulus dan harus meninggalkan sekolah tercinta sekaligus setiap kenangan yang pernah ia ukir disetiap dinding sekolah bersama yogma membuatnya sangat berat untuk melepas semua itu dengan percuma. Beberapa hari setelah ijazah kelulusan ia terima tiba-tiba yogma menelepon dan mengatakan bahwa ia menyesal sudah melepas rara begitu saja. Kalimat itu membuatnya jengkel dan benci, disaat seperti ini saat rara sudah berhasil melupakan setiap kenangan bersama yogma, ia harus hadir kembali dan mengatakan kalimat itu dengan begitu mudah. Perasaan rara jadi campur aduk, namun tekadnya ternyata sudah bulat untuk tidak menerima bahkan mengingat yogma kembali. Kecewa yang ia rasakan sudah meninggi. Emosi ini sudah tak bisa ditahan. “Apakah aku hanya seperti mainan baginya yang bisa dia mainkan sesuka hatinya?” Begitulah pertanyaan yang selalu tersirat diotak rara.

Matahari sudah semakin tenggelam, rara segera menghampiri yogma yang sudah lama menunggu di lobby sekolah. Rasa deg-degan memang tak bisa ia sembunyikan. Wajar kalau dia jadi merasa tidak nyaman karena sudah lama ia tidak bertemu dan berbicara dengan yogma. Langkah kakinya semakin berat saat langkah kakinya sudah mendekati kursi dimana yogma duduk. Rara menarik nafas panjang dan bersiap-siap untuk mengambil suara. Namun tiba-tiba rara menghentikan langkahnya. Ia mundur satu langkah dan bersembunyi dibalik tembok dengan sesekali mengintip. “ kata mini ridwan udah pulang. Terus ngapain dia masih disini?” rara sungguh dibuat bingung. Dengan keraguan yang bertumpuk akhirnya rara memberanikan diri untuk menghampiri mereka berdua. Yogma memang sudah lima bulan sekolah disini, dan selama lima bulan itulah rara juga tidak berbicara dan menyapa yogma sama sekali. Beberapa langkah lagi rara sudah sampai dibelakang mereka. Selesai disinilah mereka duduk. Rara mengambil suara. “ ehem..” rara memulai pertemuan. “ lho kok belum pulang kamu ra?” ridwan mulai curiga. “ aku ada..” tiba-tiba yogma memotong perkataan rara. “ rara mau ketemuan sama aku.” Dengan lantangnya yogma berbicara. “ apa?” ridwan sudah mulai emosi. “ iya aku mau ketemuan sama yogma.” Rara angkat bicara. “ dalam rangka apa kaliyan ketemuan? Nggak ada yang kamu sembunyiin dari aku kan ra?” ridwan bertambah curiga. “ nggak ridwan, aku juga nggak tau yogma mau bilang apa.” Rara menyanggah kecurigaan ridwan. “ jangan lama-lama sob, rara udah harus pulang jam 4!” ridwan mulai meninggalkan aku dan yogma.

Suasana menjadi hening sejenak. Beberapa detik kemudian yogma menghela nafas dan berbicara. “ gimana kabarmu? Lama nggak ketemu, oh salah maksudnya lama nggak ngobrol.” Pertanyaan yogma membuatku jadi terpojok. “ baik.” Jawaban singkat dari mulutku membuatnya jadi semakin bertanya lebih banyak. “ masih berlaku ya itu aturan?”. “ aturan apa?” rara bingung. “ pulang sebelum jam 4 ?” yogma mulai mencairkan suasana. “ oh, masih ingat aja kamu. Alhamdulillah masih berlaku.” Rara menjawabnya dengan tersenyum. “ ra?” yogma berubah jadi canggung. “ ya?” rara melihat wajah yogma yang jadi serius. “ aku masih ada hutang sama kamu.” Yogma memandang rara. “ hutang apa?” rara bingung. “ hutang untuk balas cinta kamu.” Yogma mendekatkan mukanya pada rara. Rara terdiam. Ia bingung harus bersikap seperti apa. “ aku udah nganggep hutangmu lunas yog. Maaf udah sore aku harus pulang.” Rara beranjak pergi. “ tunggu.” Yogma memegang tangan rara dan menyuruhnya duduk. “ perasaanku belum plong ra. Aku masih nyimpen perasaanku itu dengan sebaik mungkin. Kamu tau kan?” yogma mulai serius. “ aku nggak tau dan aku nggak mau tau. Maaf yog, jujur aku nggak bisa buat kamu lagi.” Rara mulai mencoba jujur. “ jangan khayati karakter kamu. Ini bukan teater, ini bukan drama ra. Aku tau itu bukan dari hati kamu.” Yogma mencoba meyakinkan rara. “ kenapa kamu baru ngajak aku ketemuan sekarang. Selama ini kamu kemana? Kamu bisa melihat aku, kamu bisa awasin aku dimanapun aku berada. Tapi kenapa baru sekarang, kenapa saat aku udah berhasil nemuin cowok yang..” air mata rara menetes deras. “ cowok yang nggak kamu cintai? Iya kan?” yogma merespon perkataan rara. “ cowok yang berhasil merebut seperempat tempat dihatiku.” Rara menundukkan kepalanya. “ maksudnya?” yogma dibuat bingung. “ aku tau kamu sebenarnya ngerti apa yang aku maksud. Tapi saat ini memang aku nggak bisa buat sama kamu yog. Aku harus jaga loyalitasku.” Rara menatap tajam yogma dengan linangan air mata. “ loyalitas yang nggak tulus, loyalitas yang kosong, loyalitas yang nggak ada arti. Itu yang kamu bilang loyalitas?” yogma ikut emosi. “ aku selalu berusaha buat jadi diri aku.aku selalu berusaha buat nggak ingat kamu lagi dan mulai nyari jati diriku lagi. Tapi sekarang kamu datang dengan mudahnya dan ngomong itu lagi. Kamu jahat banget yog.” Rara sudah tak bisa menahan emosinya. “ maafin aku ra, aku memang pengecut.” Yogma menundukkan kepala. “ iya kamu pengecut. 

Kamu nggak bisa memanfaatkan keadaan, waktu, dan semua. Kamu pengecut. Aku benci kamu!” rara berlari dan meninggalkan yogma. Namun ternyata sedari tadi ridwan mendengarkan percakapan mereka berdua dan menghentikan langkah rara untuk pergi. “ ridwan?” rara bingung harus berkata apa. “ pilih yang terbaik buat kamu ra!” ridwan menambah kebingungan rara. “ ridwan?” yogma merasa bersalah. “ aku nggak tau apa yang kamu rasain sekarang ra. Tolong jujur sama perasaan kamu sendiri. Jangan biarkan aku sakit sama cinta palsu kamu.” Ridwan mulai berbicara. “ kamu ngomong apa sih ridwan. Aku..” ucapan rara terhenti. “ pilih dia!” ridwan menunjuk yogma. “ apa?” air mata bersalah menetes. “ aku nggak mau jadi penghalang antara kaliyan. Kalau memang kamu bahagia sama yogma. Pilih dia. Aku nggak maksa kamu untuk slalu ada disamping aku.” Ridwan memegang pipi rara. “ ridwan jangan!” rara tetap bertahan. “ sekarang kamu jujur. Kamu masih suka kan sama yogma? JUJUR!” ridwan berbicara dengan nada tinggi. “ IYA!” rara tidak sadar telah menjawab pertanyaan ridwan dengan kata iya. “ oke fine, aku terima. Semoga kaliyan berdua bahagia.” Ridwan mulai melangkah pergi. “ ridwan?” rara memanggil dan kemudian memeluk ridwan. “ maaf udah bikin kamu kayak gini. Maaf aku nggak bisa setia sama kamu. Maaf!” air mata rara menetes deras. “ kamu nggak salah ra, tolong jangan buat aku menyesal untuk pergi dari kamu. Biarkan aku ikhlas. Bahagialah sama yogma, karena dialah lelaki yang memang kamu cintai selama ini. Terima kasih udah pernah ngisi hidupku. Tanpa kamu aku nggak punya semangat untuk ikut teater dan mendalami setiap karakter itu. Terima kasih.” Ridwan memeluk rara kembali dan kemudian mengusap setiap aliran air mata rara yang jatuh.

Sejak saat itu yogma dan rara memang menjalin hubungan yang jujur dan tulus. Rara berusaha untuk menumbuhkan kembali cintanya yang lama usang dan mencoba mengganti kata usang itu menjadi bersemi kembali. Cinta itu memang harus dikejar. Namun menyakiti hati orang lain itu adalah sebuah pilihan yang harus kita pilih. Meminta maaf memang mudah namun untuk memaafkan itu membutuhkan waktu yang lama. Itulah yang akan kita temui nanti saat kita harus menyakiti hati orang lain untuk kejujuran dan kebenaran yang kita ambil nanti dari berbagai pilihan yang ada. Memintalah dengan tulus dan berilah maaf pada orang yang benar-benar membutuhkan maaf kita karena pada saat itulah kita bisa berbijaksana pada diri kita dan orang lain disekitar kita.

PROFIL PENULIS
Nama : Dwi Maryanti
Aku anak kedua dari dua bersaudara, bilang aja anak terakhir. alhamdulillah bisa buka website ini dan akhirnya dengan segala kepercayaan diri yang saya punya berani buat posting cerpen ini disini. semoga tidak mengecewakan. amin :) hehe
add atau follow aku di facebook: dwiieq okaashii atau twitter @okashiineng.
terimakasih. enjoy :)

Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 5:11 AM Kategori:

0 comments:

Post a Comment