TRUE LOVE
Karya Codet
Karya Codet
Saat pertama kali melihatnya, Erliani sudah tahu, bahwa ia pasti akan patah hati.
Sikap Andri terlampau dingin, pendiam, tidak ramah, dan tertutup. Namun Andri mempunyai kharisma tertentu yang membuat Erliani merasa penasaran dan tertarik. Selama Erliani sekelas dengan Andri, belum pernah satu kalipun Erliani melihat Andri tersenyum. Erliani sendiri mulai tertarik pada Andri saat awal catur wulan dua di kelas 1 SMA. Erliani mulanya merasa penasaran dengan sikap Andri yang tertutup. Namun lama-kelamaan Erliani jatuh cinta pada Andri.
“Erli, tolong belanja bahan makanan dan alat mandi, ya! Kak Vina tidak sempat karena banyak tugas. Kau mau ‘kan?”
Erliani yang memang hanya tinggal berdua dengan kakak perempuannya, tidak boleh menolak. Sejak dua tahun lalu, sejak orang tua mereka meninggal, kakaknya lah yang membiayai hidupnya. Karena itu Erliani tidak ingin mengecewakan kakaknya. Ketika Erliani kesuliatan mengambil kaleng susu yang memang letaknya agak tinggi, seseorang membantu mengambilkannya. Saat Erliani akan mengucapkan terima kasih, ia terkejut saat melihat Andri. “Andri?”
Penampilan Andri sangat simple. Ia hanya mengenakan kaos putih lengan panjang dan jean biru yang warnanya mulai pudar. Wajahnya biasa saat melihat Erliani, tanpa ekspresi apa pun. Lalu pandangan Erliani beralih pada wanita di samping Andri. Wanita itu tampaknya lebih tua dari Andri, wajahnya sangat cantik! Rambutnya hitam legam, lurus, dan panjang melewati bahu. Matanya mengenakan lensa kontak ungu, hidungnya bangir, berlesung pipi, dan berkulit kuning langsat. Ia tersenyum pada Erliani. “Teman Andri?”
Erliani tersadar. Ia mengangguk dengan gugup dan tersenyum. “Ya, eh, teman sekelas.”
“Andri, kok diam saja? Kenalin dong!”
Andri mengangguk kecil, lalu mengenalkan wanita itu pada Erliani. “ Ini Alice, kakak tiriku. Alice, ini….”
“Erliani.” Erliani menahan malu. Aku tidak percaya, Andri tidak kenal aku! Padahal ‘kan sekelas! Setelah berbasa-basi sebentar dengan Alice, Erliani langsung menyingkir. Saat ini Erliani punya perasaan tidak enak. Feelingnya mengatakan bahwa Andri mencintai kakak tirinya yang sudah punya tunangan itu. Erliani cemburu. Ah, seharusnya aku tidak cemburu pada Alice yang cantik dan baik itu. Alice benar-benar wanita pujaan setiap pria!
Keesokannya di kelas, Andri terus menatapnya. Pasti hanya perasaanku saja. Erliani menggetok pelan kepalanya. Namun saat pulang sekolah, Andri menahannya di kelas.
“Saat kemarin kau melihat aku dan Alice, apa yang kaupikirkan?” Wajah dan suara Andri datar tanpa ekspresi.
“Ng….”
“Katakan saja.”
“Ka…kau terlihat jatuh cinta padanya….”
“Itu benar. Sejak ia menjadi kakak tiriku empat tahun yang lalu, aku sudah jatuh cinta padanya. Ia benar-benar gadis yang memenuhi kriteria ideal bagi pria.
Cukup, aku tidak ingin mendengar lagi! “Tapi Kak Alice sudah tunangan. Dan kurasa usiamu dan usianya jauh berbeda.” Erliani sendiri merasa heran, darimana ia punya kekuatan untuk mengatakan kalimat yang seharusnya tidak perlu ia ucapkan.
“Usia kami hanya berbeda lima tahun. Memang Alice sudah tunangan, tapi aku tetap mencintainya.”
“Kenapa menceritakan hal ini padaku? Bahkan namaku saja kau tidak tahu.”
“Yah, mungkin karena perasaanku mengatakan bahwa kau dan teman-teman cewek di kelas ini penasaran akan kisah hidupku. Benar tidak?”
Bagaimana ia bisa tahu? Wajah Erliani memerah karena malu.
“Aku ingin mengatakan satu hal lagi, jika ada cewek yang jatuh cinta padaku, aku hanya bisa menolak. Karena aku hanya mencintai satu orang saja.” Andri kemudian meninggalkan Erliani sendirian di kelas.
Erliani sangat kesal dengan sikap dingin Andri. Namun Erliani baru sadar, tadi Andri bicara banyak. Biasanya Andri hanya bicara seperlunya, atau bungkam sama sekali. Ini merupakan kemajuan! Erliani benar-benar lupa akan rasa marahnya pada Andri.
***
Sudah tiga hari Andri tidak masuk sekolah. Dalam surat pada hari pertama Andri tidak masuk, dikatakan bahwa Andri sakit.
“Jadi, siapa yang mau menjenguk?” tanya Rulia enggan. Ia tidak menyukai Andri karena Andri tidak ramah.
“Kalau aku, sih, lebih baik tes matematika dibanding harus menjenguk Andri!” timpal Johan. Teman-teman menyetujui Johan.
“Kalian jangan begitu, dong! Andri ‘kan teman sekelas kita!” Setelah mengatakan itu, Erliani merasa wajahnya panas. “Maksudku, itu….”
Peter yang merupakan KM, memegang bahu Erliani dan tersenyum. “Kalau begitu, kita yang ke rumah Andri.”
Akhirnya setelah membeli jeruk dan apel merah, Erliani dan Peter menjenguk Andri. Alice menyambut mereka dengan ramah. Ia mempersilahkan mereka duduk, lalu memanggil Andri.
Ini adalah kedua kalinya Erliani melihat Andri dalam pakaian bebas. Kali ini Andri mengenakan kaos hitam lengan panjang dan jean putih bersih. Rambutnya yang lurus agak gondrong sedikit acak-acakan. Andri duduk dengan santai di sofa. “Kalian menjengukku….”
“Ya, soalnya kau sudah tiga hari tidak masuk sekolah.” Peter tersenyum. “Tadi buah-buahannya sudah kami berikan pada kakakmu. Ia cantik sekali.”
Andri menyandarkan tubuhnya ke sofa. Tatapannya mengarah pada Erliani. “Tidak mirip, ya?”
Peter mengangguk tanpa beban. “Kau sakit apa?”
“Flu.”
Hening sesaat. Lalu Alice muncul dan membawakan sirup terong belanda dan Blueberry cheese cake. “Silahkan.”
Erliani dan Peter melahap kue sampai tidak bersisa lalu meminum sirupnya.
“Kalian lapar, ya?” Andri menahan senyum. Erliani melihatnya. Ah, sungguh, Andri sangat tampan saat tersenyum! “Mau lagi kuenya?”
“Tidak, terima kasih.” tolak Erliani halus. “Kau sudah baikan, Ndri?”
“Sudah, soalnya Alice merawatku.”
“Alice? Kau hanya menyebut nama pada Kakakmu? Itu ‘kan tidak sopan.” Peter mengerutkan alis tidak setuju.
“Alice itu kakak tiriku. Memangnya Erlia tidak cerita?” Andri sedikit mengerutkan kening. “Kau tidak cerita, Erlia?”
Erliani menggeleng. Ia menunduk. Aku bukan cewek penggosip! Aku hanya cewek yang mencintaimu!
Setelah beberapa saat diam saja (karena yang punya rumah cuek saja ada tamu), akhirnya Erliani dan Peter pamitan.
“Cuek sekali Andri…ada teman sekelas datang malah dicuekin….” ujar Peter.
Erliani hanya mengangkat bahu. Apa lagi yang diharapkan dari cowok yang dingin dan tidak ramah itu?
Malam Minggu ini, Erliani harus belanja lagi karena kakaknya kerja lembur. Siapa tahu bertemu Andri di supermarket! Tapi Erliani harus kecewa karena Andri tidak sedang belanja di sana. Tapi ketika akan menyetop bus, tiba-tiba Soluna metalik menghampirinya. Andri membuka kaca depan. “Kuantar pulang?”
Penampilan Andri sangat simple. Ia hanya mengenakan kaos putih lengan panjang dan jean biru yang warnanya mulai pudar. Wajahnya biasa saat melihat Erliani, tanpa ekspresi apa pun. Lalu pandangan Erliani beralih pada wanita di samping Andri. Wanita itu tampaknya lebih tua dari Andri, wajahnya sangat cantik! Rambutnya hitam legam, lurus, dan panjang melewati bahu. Matanya mengenakan lensa kontak ungu, hidungnya bangir, berlesung pipi, dan berkulit kuning langsat. Ia tersenyum pada Erliani. “Teman Andri?”
Erliani tersadar. Ia mengangguk dengan gugup dan tersenyum. “Ya, eh, teman sekelas.”
“Andri, kok diam saja? Kenalin dong!”
Andri mengangguk kecil, lalu mengenalkan wanita itu pada Erliani. “ Ini Alice, kakak tiriku. Alice, ini….”
“Erliani.” Erliani menahan malu. Aku tidak percaya, Andri tidak kenal aku! Padahal ‘kan sekelas! Setelah berbasa-basi sebentar dengan Alice, Erliani langsung menyingkir. Saat ini Erliani punya perasaan tidak enak. Feelingnya mengatakan bahwa Andri mencintai kakak tirinya yang sudah punya tunangan itu. Erliani cemburu. Ah, seharusnya aku tidak cemburu pada Alice yang cantik dan baik itu. Alice benar-benar wanita pujaan setiap pria!
Keesokannya di kelas, Andri terus menatapnya. Pasti hanya perasaanku saja. Erliani menggetok pelan kepalanya. Namun saat pulang sekolah, Andri menahannya di kelas.
“Saat kemarin kau melihat aku dan Alice, apa yang kaupikirkan?” Wajah dan suara Andri datar tanpa ekspresi.
“Ng….”
“Katakan saja.”
“Ka…kau terlihat jatuh cinta padanya….”
“Itu benar. Sejak ia menjadi kakak tiriku empat tahun yang lalu, aku sudah jatuh cinta padanya. Ia benar-benar gadis yang memenuhi kriteria ideal bagi pria.
Cukup, aku tidak ingin mendengar lagi! “Tapi Kak Alice sudah tunangan. Dan kurasa usiamu dan usianya jauh berbeda.” Erliani sendiri merasa heran, darimana ia punya kekuatan untuk mengatakan kalimat yang seharusnya tidak perlu ia ucapkan.
“Usia kami hanya berbeda lima tahun. Memang Alice sudah tunangan, tapi aku tetap mencintainya.”
“Kenapa menceritakan hal ini padaku? Bahkan namaku saja kau tidak tahu.”
“Yah, mungkin karena perasaanku mengatakan bahwa kau dan teman-teman cewek di kelas ini penasaran akan kisah hidupku. Benar tidak?”
Bagaimana ia bisa tahu? Wajah Erliani memerah karena malu.
“Aku ingin mengatakan satu hal lagi, jika ada cewek yang jatuh cinta padaku, aku hanya bisa menolak. Karena aku hanya mencintai satu orang saja.” Andri kemudian meninggalkan Erliani sendirian di kelas.
Erliani sangat kesal dengan sikap dingin Andri. Namun Erliani baru sadar, tadi Andri bicara banyak. Biasanya Andri hanya bicara seperlunya, atau bungkam sama sekali. Ini merupakan kemajuan! Erliani benar-benar lupa akan rasa marahnya pada Andri.
***
Sudah tiga hari Andri tidak masuk sekolah. Dalam surat pada hari pertama Andri tidak masuk, dikatakan bahwa Andri sakit.
“Jadi, siapa yang mau menjenguk?” tanya Rulia enggan. Ia tidak menyukai Andri karena Andri tidak ramah.
“Kalau aku, sih, lebih baik tes matematika dibanding harus menjenguk Andri!” timpal Johan. Teman-teman menyetujui Johan.
“Kalian jangan begitu, dong! Andri ‘kan teman sekelas kita!” Setelah mengatakan itu, Erliani merasa wajahnya panas. “Maksudku, itu….”
Peter yang merupakan KM, memegang bahu Erliani dan tersenyum. “Kalau begitu, kita yang ke rumah Andri.”
Akhirnya setelah membeli jeruk dan apel merah, Erliani dan Peter menjenguk Andri. Alice menyambut mereka dengan ramah. Ia mempersilahkan mereka duduk, lalu memanggil Andri.
Ini adalah kedua kalinya Erliani melihat Andri dalam pakaian bebas. Kali ini Andri mengenakan kaos hitam lengan panjang dan jean putih bersih. Rambutnya yang lurus agak gondrong sedikit acak-acakan. Andri duduk dengan santai di sofa. “Kalian menjengukku….”
“Ya, soalnya kau sudah tiga hari tidak masuk sekolah.” Peter tersenyum. “Tadi buah-buahannya sudah kami berikan pada kakakmu. Ia cantik sekali.”
Andri menyandarkan tubuhnya ke sofa. Tatapannya mengarah pada Erliani. “Tidak mirip, ya?”
Peter mengangguk tanpa beban. “Kau sakit apa?”
“Flu.”
Hening sesaat. Lalu Alice muncul dan membawakan sirup terong belanda dan Blueberry cheese cake. “Silahkan.”
Erliani dan Peter melahap kue sampai tidak bersisa lalu meminum sirupnya.
“Kalian lapar, ya?” Andri menahan senyum. Erliani melihatnya. Ah, sungguh, Andri sangat tampan saat tersenyum! “Mau lagi kuenya?”
“Tidak, terima kasih.” tolak Erliani halus. “Kau sudah baikan, Ndri?”
“Sudah, soalnya Alice merawatku.”
“Alice? Kau hanya menyebut nama pada Kakakmu? Itu ‘kan tidak sopan.” Peter mengerutkan alis tidak setuju.
“Alice itu kakak tiriku. Memangnya Erlia tidak cerita?” Andri sedikit mengerutkan kening. “Kau tidak cerita, Erlia?”
Erliani menggeleng. Ia menunduk. Aku bukan cewek penggosip! Aku hanya cewek yang mencintaimu!
Setelah beberapa saat diam saja (karena yang punya rumah cuek saja ada tamu), akhirnya Erliani dan Peter pamitan.
“Cuek sekali Andri…ada teman sekelas datang malah dicuekin….” ujar Peter.
Erliani hanya mengangkat bahu. Apa lagi yang diharapkan dari cowok yang dingin dan tidak ramah itu?
Malam Minggu ini, Erliani harus belanja lagi karena kakaknya kerja lembur. Siapa tahu bertemu Andri di supermarket! Tapi Erliani harus kecewa karena Andri tidak sedang belanja di sana. Tapi ketika akan menyetop bus, tiba-tiba Soluna metalik menghampirinya. Andri membuka kaca depan. “Kuantar pulang?”
Erliani sangat terkejut karena Andri menawarkan kebaikan hatinya yang tidak disangka-sangka. Erliani buru-buru mengangguk lalu masuk ke mobil. “Dari mana?”
“Mengantar Alice ke rumah tunangannya.” jawabnya tenang tanpa dan datar, seperti biasa. “Kenapa?”
“Tidak….”
“Belanja? Kau hebat, mandiri.”
Erliani menengok ke arah Andri dengan cepat sampai lehernya terasa agak sakit. Erliani melihat senyum menghiasi wajah Andri! Jantungnya langsung berdebar kencang. “Kau lebih baik tersenyum, daripada cemberut terus.”
Andri terbahak-bahak. Ia menyisir poninya ke belakang. Ia memandang lurus ke jalan. “Kau ini cewek yang blak-blakan, ya?”
“Tidak juga.” Erliani menunduk.
“Cemberut…ini bawaan dari Ayahku. Oya, rumahmu di jalan Elang nomor 117 ‘kan?”
Erliani mengiyakan. “Kok tahu?”
“Aku tahu karena aku melihat di agenda kelas.” jelas Andri.
Erliani menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Erliani benar-benar jatuh cinta! Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk melenyapkan perasaannya itu. Ternyata meskipun tidak ramah, dingin, dan tertutup, Andri masih memiliki kebaikan….
***
Hari ini Erliani berdandan rapi dan mengenakan kebaya. Ia akan ke pernikahan Alice. Andri mengundang semua teman sekelasnya. Seperti janjinya, Andri menjemput Erliani. Saat Erliani membukakan pintu depan, Andri tampak tertegun. Erliani merasa hatinya berbunga-bunga tapi sekaligus malu akan tatapan Andri. “Kau terlihat asing, Erlia.”
“Apa itu pujian?” Erliani berjalan perlahan ke mobil karena susah jalan dengan kebaya dan hak tinggi. Andri menyalakan AC agar Erliani tidak kepanasan.
“Kau tentu sangat sedih malam ini karena wanita yang kaucintai bersama pria lain….”
“Itu sudah takdir.” Andri tersenyum pada Erliani. “Seharusnya aku mencari cinta yang lain….”
“Aku bersedia!” ujar Erliani spontan. Lalu ia buru-buru menutup mulutnya. “Lupakan yang barusan, aku hanya bercanda.” Erliani memarahi dirinya. Apa-apaan sih tadi? Ia merasa wajahnya memanas.
Saat pesta pernikahan, untuk melupakan rasa patah hatinya, Erliani makan dengan sepuasnya. Alice sangat cantik dan baik. Dan meskipun kini sudah menikah, Alice tidak akan pernah hilang dari hati Andri! Andri mungkin akan mencari cinta yang lain hanya untuk pelarian. Kenapa Andri begitu bodoh? Kenapa tidak mau memerhatikan sekeliling? Kenapa hanya melihat Alice? Erliani mengambil lontong dan tiga tusuk sate padang beserta bumbunya. Ia memakannya dengan lahap.
“Kau ini stress, rakus, atau lapar, Er?” Peter ikut mengambil lontong dan 4 tusuk sate. Ia cekikikan.
Erliani melirik piring Peter. “Kalau kau, rakus.”
Andri menghampirinya. “Cari angin, yuk?”
“Aku masih mau makan.” dalih Erliani sambil mengambil paha ayam bakar yang besar. Dan itu membuat Andri terbahak. Peter yang melihatnya terbengong-bengong. Wah, Andri tertawa terbahak-bahak! Bagaimana bisa?
Erliani merasa konyol karena ditertawakan Andri. Tapi ia cuek dan tetap melahap ayamnya.
“Mau dibungkus ke rumah juga boleh, nanti aku suruh pelayan membungkusnya untukmu. Sekarang temani aku cari udara segar.” Andri memasukkan kedua tangannya ke saku celana panjangnya yang berwarna hitam, serasi dengan jas dan rompinya. Akhirnya Erliani mengangguk. Andri membawanya ke atap gedung. Mereka dapat melihat bulan purnama yang tampak ditemani berjuta bintang bertebaran di langit malam.
“Langit malam memang indah.” Andri memandangi langit. “Aku sungguh tidak suka melihat Alice bersama John.” Andri berjalan ke pagar tembok yang mengelilingi atap gedung, lalu duduk. Kini ia memandangi lampu-lampu jalan, gedung-gedung, dan kendaraan di bawahnya yang bagai intan dan permata. Erliani bertopang dagu sambil melihat ke keindahan di bawahnya. Tinggi sekali!
“Ke sini untuk bunuh diri?”
Andri tertawa. “Yang benar saja! Kurasa…sudah waktunya aku melihat dunia yang lain.”
“Syukurlah.”
“Mau membantuku?”
“Kita ‘kan teman, tentu saja aku akan membantumu.”
“Kau ini baik sekali. Padahal aku tidak ramah. Waktu kau dan Peter menjenguk, aku tidak memedulikan kalian. Tapi kau tidak berubah, tetap menyapaku. Kenapa?”
“Itu ‘kan kewajiban.”
Andri melompat turun dari pagar tembok. “Ke bawah, yuk.” Andri menarik tangan Erliani dan menggandengnya. Erliani terkejut karena Andri menggandengnya. Namun ia tidak bisa terkejut berlama-lama karena Andri terus menariknya dan menuruni tangga ke lantai 5 dari lantai 12 ini. Tapi kebaya Erliani mengganggunya sehingga ia kehilangan keseimbangan dan jatuh menabrak Andri. Andri menangkapnya. Andri membantunya berdiri, namun ia tidak segera melepaskan Erliani. Ia menatap mata Erliani lembut! Erliani menjadi kegeeran ditatap dengan lembut. “ Maaf, aku lupa kalau kau mengenakan kebaya.” Andri tersenyum. Lalu ia menggenggam tangan Erliani dan membawanya ke lantai 5 dengan lebih perlahan. Erliani merasa dirinya melayang diperlakukan seperti itu.
***
Dengan mata panas menahan air mata, Erliani menghentakkan kaki dan berlari menjauhi rumah Andri. Ternyata Andri masih belum melupakan Alice! Buktinya, Andri barusan mencium Alice! Mencium Alice dengan mesra di bibir!
***
Dengan langkah gontai Erliani berjalan ke ruang tamu. Siapa, sih, sore-sore begini datang bertamu? Erliani terpaku di tempat saat melihat Andri berdiri di hadapannya. Tadinya Erliani bermaksud menutup pintu dan mengusir Andri, tapi Andri menahan pintu dengan kakinya.
“Kok gitu?”
“Ngapain ke sini?”
“Kau marah padaku? Kenapa?”
“Ngapain ke sini?” Erliani mengulangi pertanyaannya.
“Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Tapi sepertinya kau sedang tidak mood, jadi….” Andri berbalik tapi kemudian Erliani menarik kemeja cokelatnya.
Erliani memegang dahinya dengan malu. “Tunggu, aku ikut.” Setelah mempersilahkan Andri duduk di bangku teras, Erliani dengan cepat berganti baju dan sedikit mengenakan bedak. “Aku siap. Mau ke mana?”
Andri tertawa. “Kau aneh.” Ia memegangi perutnya, masih tertawa. “Sejak kenal kau, aku selalu tertawa lepas. Orang tuaku dan Alice sampai heran melihatku.”
Erliani pura-pura tidak mendengar.
“Kita ke cafĂ© Soul. Andri menyalakan mobil sambil masih tertawa. “Kau cewek aneh. Tadi marah, cemberut, eh, langsung ceria….”
Erliani merah padam. “Itu ‘kan gara-gara kau.”
“Aku?” Andri membelokkan mobil ke tikungan gang sambil mendengar penjelasan Erliani. Setelah itu ia mengangguk-angguk. “Kejadian tiga hari yang lalu, ya. Aku tidak mencium bibirnya. Kau hanya melihat punggungku ‘kan? Aku hanya mencium pipi Alice. Perasaanku pada Alice sudah berkurang. Kau cemburu?”
Erliani menggigit bibirnya. “Tidak.”
“Lalu kenapa marah?”
“Yah….”
“Aku suka Erli.”
“Oh.” Erliani memandang ke jalanan. “Apa?”
“Aku suka padamu. Perasaanku pada Alice berkurang gara-gara kau.”
“Sebagai teman?”
“Kalau hanya sebagai teman, aku takkan mengajakmu jalan-jalan.”
“Jadi….” Erliani menatap Andri malu.
Andri hanya tersenyum. Tapi itu saja sudah cukup bagi Erliani. Ia tidak perlu kata-kata lagi karena senyuman Andri berarti suara Andri. Suara hati Andri yang terdalam.
***
“Andri, lagi nonton bioskop kok malah tidur?”
“Maaf, ngantuk, sih….”
“Andri…giliran nonton action kau semangat, eh kalau nonton film roman malah mengantuk!” Erliani protes sambil berbisik. Ia kesal. Namun tiba-tiba Andri mengecup pipinya dan tersenyum sambil meleletkan lidahnya.
“Jangan marah, dong. Aku pura-pura tidur, tahu.”
“Huuh, Andri nyebelin!” Erliani memukul bahu Andri.
“Sakit, dong. Nanti kucium lagi, nih.” Andri nyengir.
Erliani langsung berbalik dan menonton film lagi. Jantungnya berdegup kencang dan membuatnya jadi tidak konsen menonton. Sementara Andri menahan senyum di sebelahnya.
TAMAT
CODET
29 April 2002
“Mengantar Alice ke rumah tunangannya.” jawabnya tenang tanpa dan datar, seperti biasa. “Kenapa?”
“Tidak….”
“Belanja? Kau hebat, mandiri.”
Erliani menengok ke arah Andri dengan cepat sampai lehernya terasa agak sakit. Erliani melihat senyum menghiasi wajah Andri! Jantungnya langsung berdebar kencang. “Kau lebih baik tersenyum, daripada cemberut terus.”
Andri terbahak-bahak. Ia menyisir poninya ke belakang. Ia memandang lurus ke jalan. “Kau ini cewek yang blak-blakan, ya?”
“Tidak juga.” Erliani menunduk.
“Cemberut…ini bawaan dari Ayahku. Oya, rumahmu di jalan Elang nomor 117 ‘kan?”
Erliani mengiyakan. “Kok tahu?”
“Aku tahu karena aku melihat di agenda kelas.” jelas Andri.
Erliani menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Erliani benar-benar jatuh cinta! Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk melenyapkan perasaannya itu. Ternyata meskipun tidak ramah, dingin, dan tertutup, Andri masih memiliki kebaikan….
***
Hari ini Erliani berdandan rapi dan mengenakan kebaya. Ia akan ke pernikahan Alice. Andri mengundang semua teman sekelasnya. Seperti janjinya, Andri menjemput Erliani. Saat Erliani membukakan pintu depan, Andri tampak tertegun. Erliani merasa hatinya berbunga-bunga tapi sekaligus malu akan tatapan Andri. “Kau terlihat asing, Erlia.”
“Apa itu pujian?” Erliani berjalan perlahan ke mobil karena susah jalan dengan kebaya dan hak tinggi. Andri menyalakan AC agar Erliani tidak kepanasan.
“Kau tentu sangat sedih malam ini karena wanita yang kaucintai bersama pria lain….”
“Itu sudah takdir.” Andri tersenyum pada Erliani. “Seharusnya aku mencari cinta yang lain….”
“Aku bersedia!” ujar Erliani spontan. Lalu ia buru-buru menutup mulutnya. “Lupakan yang barusan, aku hanya bercanda.” Erliani memarahi dirinya. Apa-apaan sih tadi? Ia merasa wajahnya memanas.
Saat pesta pernikahan, untuk melupakan rasa patah hatinya, Erliani makan dengan sepuasnya. Alice sangat cantik dan baik. Dan meskipun kini sudah menikah, Alice tidak akan pernah hilang dari hati Andri! Andri mungkin akan mencari cinta yang lain hanya untuk pelarian. Kenapa Andri begitu bodoh? Kenapa tidak mau memerhatikan sekeliling? Kenapa hanya melihat Alice? Erliani mengambil lontong dan tiga tusuk sate padang beserta bumbunya. Ia memakannya dengan lahap.
“Kau ini stress, rakus, atau lapar, Er?” Peter ikut mengambil lontong dan 4 tusuk sate. Ia cekikikan.
Erliani melirik piring Peter. “Kalau kau, rakus.”
Andri menghampirinya. “Cari angin, yuk?”
“Aku masih mau makan.” dalih Erliani sambil mengambil paha ayam bakar yang besar. Dan itu membuat Andri terbahak. Peter yang melihatnya terbengong-bengong. Wah, Andri tertawa terbahak-bahak! Bagaimana bisa?
Erliani merasa konyol karena ditertawakan Andri. Tapi ia cuek dan tetap melahap ayamnya.
“Mau dibungkus ke rumah juga boleh, nanti aku suruh pelayan membungkusnya untukmu. Sekarang temani aku cari udara segar.” Andri memasukkan kedua tangannya ke saku celana panjangnya yang berwarna hitam, serasi dengan jas dan rompinya. Akhirnya Erliani mengangguk. Andri membawanya ke atap gedung. Mereka dapat melihat bulan purnama yang tampak ditemani berjuta bintang bertebaran di langit malam.
“Langit malam memang indah.” Andri memandangi langit. “Aku sungguh tidak suka melihat Alice bersama John.” Andri berjalan ke pagar tembok yang mengelilingi atap gedung, lalu duduk. Kini ia memandangi lampu-lampu jalan, gedung-gedung, dan kendaraan di bawahnya yang bagai intan dan permata. Erliani bertopang dagu sambil melihat ke keindahan di bawahnya. Tinggi sekali!
“Ke sini untuk bunuh diri?”
Andri tertawa. “Yang benar saja! Kurasa…sudah waktunya aku melihat dunia yang lain.”
“Syukurlah.”
“Mau membantuku?”
“Kita ‘kan teman, tentu saja aku akan membantumu.”
“Kau ini baik sekali. Padahal aku tidak ramah. Waktu kau dan Peter menjenguk, aku tidak memedulikan kalian. Tapi kau tidak berubah, tetap menyapaku. Kenapa?”
“Itu ‘kan kewajiban.”
Andri melompat turun dari pagar tembok. “Ke bawah, yuk.” Andri menarik tangan Erliani dan menggandengnya. Erliani terkejut karena Andri menggandengnya. Namun ia tidak bisa terkejut berlama-lama karena Andri terus menariknya dan menuruni tangga ke lantai 5 dari lantai 12 ini. Tapi kebaya Erliani mengganggunya sehingga ia kehilangan keseimbangan dan jatuh menabrak Andri. Andri menangkapnya. Andri membantunya berdiri, namun ia tidak segera melepaskan Erliani. Ia menatap mata Erliani lembut! Erliani menjadi kegeeran ditatap dengan lembut. “ Maaf, aku lupa kalau kau mengenakan kebaya.” Andri tersenyum. Lalu ia menggenggam tangan Erliani dan membawanya ke lantai 5 dengan lebih perlahan. Erliani merasa dirinya melayang diperlakukan seperti itu.
***
Dengan mata panas menahan air mata, Erliani menghentakkan kaki dan berlari menjauhi rumah Andri. Ternyata Andri masih belum melupakan Alice! Buktinya, Andri barusan mencium Alice! Mencium Alice dengan mesra di bibir!
***
Dengan langkah gontai Erliani berjalan ke ruang tamu. Siapa, sih, sore-sore begini datang bertamu? Erliani terpaku di tempat saat melihat Andri berdiri di hadapannya. Tadinya Erliani bermaksud menutup pintu dan mengusir Andri, tapi Andri menahan pintu dengan kakinya.
“Kok gitu?”
“Ngapain ke sini?”
“Kau marah padaku? Kenapa?”
“Ngapain ke sini?” Erliani mengulangi pertanyaannya.
“Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Tapi sepertinya kau sedang tidak mood, jadi….” Andri berbalik tapi kemudian Erliani menarik kemeja cokelatnya.
Erliani memegang dahinya dengan malu. “Tunggu, aku ikut.” Setelah mempersilahkan Andri duduk di bangku teras, Erliani dengan cepat berganti baju dan sedikit mengenakan bedak. “Aku siap. Mau ke mana?”
Andri tertawa. “Kau aneh.” Ia memegangi perutnya, masih tertawa. “Sejak kenal kau, aku selalu tertawa lepas. Orang tuaku dan Alice sampai heran melihatku.”
Erliani pura-pura tidak mendengar.
“Kita ke cafĂ© Soul. Andri menyalakan mobil sambil masih tertawa. “Kau cewek aneh. Tadi marah, cemberut, eh, langsung ceria….”
Erliani merah padam. “Itu ‘kan gara-gara kau.”
“Aku?” Andri membelokkan mobil ke tikungan gang sambil mendengar penjelasan Erliani. Setelah itu ia mengangguk-angguk. “Kejadian tiga hari yang lalu, ya. Aku tidak mencium bibirnya. Kau hanya melihat punggungku ‘kan? Aku hanya mencium pipi Alice. Perasaanku pada Alice sudah berkurang. Kau cemburu?”
Erliani menggigit bibirnya. “Tidak.”
“Lalu kenapa marah?”
“Yah….”
“Aku suka Erli.”
“Oh.” Erliani memandang ke jalanan. “Apa?”
“Aku suka padamu. Perasaanku pada Alice berkurang gara-gara kau.”
“Sebagai teman?”
“Kalau hanya sebagai teman, aku takkan mengajakmu jalan-jalan.”
“Jadi….” Erliani menatap Andri malu.
Andri hanya tersenyum. Tapi itu saja sudah cukup bagi Erliani. Ia tidak perlu kata-kata lagi karena senyuman Andri berarti suara Andri. Suara hati Andri yang terdalam.
***
“Andri, lagi nonton bioskop kok malah tidur?”
“Maaf, ngantuk, sih….”
“Andri…giliran nonton action kau semangat, eh kalau nonton film roman malah mengantuk!” Erliani protes sambil berbisik. Ia kesal. Namun tiba-tiba Andri mengecup pipinya dan tersenyum sambil meleletkan lidahnya.
“Jangan marah, dong. Aku pura-pura tidur, tahu.”
“Huuh, Andri nyebelin!” Erliani memukul bahu Andri.
“Sakit, dong. Nanti kucium lagi, nih.” Andri nyengir.
Erliani langsung berbalik dan menonton film lagi. Jantungnya berdegup kencang dan membuatnya jadi tidak konsen menonton. Sementara Andri menahan senyum di sebelahnya.
TAMAT
CODET
29 April 2002
Baca juga Cerpen Cinta yang Lainnya.
0 comments:
Post a Comment