Friday, March 30, 2012

Cerpen Romantis - Little Mermaid

LITTLE MERMAID
Cerpen Codet
Kuningan, 14 juli 2009

Laut biru kelam, seperti menyatu dengan langit yang biru cerah.
“Kamal, ini eskrimnya.”
“Alicia?”
“Kamal lupa ada aku, ya?”
Kamal tersenyum. “Tentu saja tidak. Aku hanya berpikir betapa indahnya warna laut, memikat.”
Alicia duduk di sebelah Kamal. “Benarkah?” Alicia memandangi laut. “Ya…apakah Kamal ingin bertemu putri duyung yang cantik?”
Kamal tertawa. “Apakah ada putri duyung dewasa yang cantik?”

Alicia mencibir, “anak kecil saja tahu kalau itu hanya dongeng, dasar Kamal bodoh.”
“Begitu, ya. Kalau begitu, anak kecil, panggil aku Paman.”
“Tidak mau. Hanya beda 6 tahun saja.”
“Mal, Kamal, Kamal!”

Kamal terjatuh dari tempat tidurnya. Ia mengaduh kesakitan sambil meraba – raba bagian tubuhnya yang sakit dan sepertinya memar.
“Hei, kau tidak apa – apa?” tanya Jaka, sahabatnya. Ia membantunya berdiri. “Aku tidak bermaksud membuatmu terjatuh. Kau sepertinya mengigau lagi.”

Kamal mengacak – acak rambutnya. “Mengigau lagi?” samar – samar ia ingat mimpinya. Alicia. Gadis kecil yang usianya 6 tahun di bawahnya dan selalu membuntutinya, sampai seminggu yang lalu, Kamal hampir memerkosanya! Dan sejak itu, setiap hari ia selalu memimpikan kejadian itu. Kamal sangat menyesalinya!
“Sepertinya beberapa hari ini kau mengigau terus. Kau bilang, ‘Alicia, maafkan aku…’” Jaka mengangkat bahu. “Alicia itu nama teman kecilmu yang selalu mentraktirmu ‘kan?”

Kamal tersenyum lemah. “Ah, ya, benar.”
“Apa yang terjadi?” Jaka menyodorkan secangkir kopi yang masih mengepul.
“Aku hampir memerkosanya.”

The Little Mermaid

Kamal tahu saat ini Jaka sedang terbengong – bengong tak percaya. Tapi Kamal tidak mau menatap Jaka. Ia lebih memilih menunduk, memandangi kopinya.
“Kau bercanda ‘kan?”
“Tidak. Aku jahat, kejam, pedofil, sadis…!”
“Kamal!” Jaka mengguncang bahu sahabatnya. “Tenanglah. Aku tidak menganggapmu begitu, aku hanya terkejut. Ceritakan secara perlahan saja.”
Kamal terisak. “Awalnya, dua tahun yang lalu, aku hanya menganggap Alicia tak lebih sebagai anak kecil, teman kecil yang lucu dan menyenangkan. Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja di usianya yang ke -15 ini, mulai terjadi perubahan pada tubuhnya. Ia seperti menjelma menjadi seorang putri, sangat cantik, dan aku tidak bisa memandangnya sebagai teman kecil lagi!

Lalu pada suatu malam, ia mengenakan pakaian yang minim, membuatnya tampak sangat seksi. Aku tak bisa melarangnya untuk berganti pakaian, karena aku bukanlah orangtuanya. Aku benar – benar cemburu karena sepanjang menonton bioskop dan makan malam, aku merasa semua pria menatapnya. Saking cemburunya, aku menciumnya dengan paksa di mobil di garasi rumahnya yang sepi dan gelap. Lalu…lalu aku…” Kamal tidak sanggup untuk meneruskan ceritanya. Ia menangis seperti anak kecil. “Aku berhenti setelah ia menamparku sangat keras. Lalu aku segera berlari pulang tanpa menghiraukan keadaannya....”
“Ternyata Kamal seorang manusia.”
“Apa? Tentu saja aku…”
“Kau mencintai Alicia?”
“Ya…! Tapi Alicia terlalu muda…”
“Tidak ada kata ‘tetapi’ dalam cinta, Sobat. Kau tidak berusaha minta maaf dan menemuinya?”
“Aku tidak berani…aku takut ia membenciku. Sepertinya ia tidak mau menemuiku lagi.”
“Kau ‘kan belum mencoba. Lagipula aku bosan mendengar igauanmu itu setiap hari…” Jaka tersenyum.

Kamal bolos kuliah. Ia mendatangi sekolah Alicia.
“Kau pacar si Alice ‘kan?” tanya seorang cewek seumur Alicia.
“Bukan, aku teman Alicia.”
“Yah, sama saja. Pokoknya kau itu cowok ganteng yang selalu dipamerkan dan dibanggakan oleh Alice. Hm, lebih cakep dari dekat.” Cewek itu meneliti dengan angkuh.
“Ah, kau pasti Tricia.”
“Benar, kau tahu darimana?”

Tiba – tiba Kamal melihat Alicia berdiri tidak jauh dari mereka. Lalu saat Kamal bermaksud memanggilnya, Alicia berlari ke arah mobil yang menjemputnya. Kamal mengejarnya.
“Alicia, tunggu!” Kamal berhasil meraih pergelangan tangan Alicia.

Alicia membelakanginya. “Lepaskan aku, bukankah kau sedang mengobrol dengan Tricia?”
“Tidak, dia yang duluan menyapaku saat aku sedang menunggumu. Aku mau bicara…”
“Kau bawa motor?”
“Ya, aku pinjam punya Jaka.”
“Baiklah, sebentar.” Alicia pergi menuju mobilnya, berbicara dengan supirnya, lalu mobil itu pergi meninggalkan mereka. Alicia berjalan ke arahnya, tapi tidak menatap ke arahnya. Kamal sangat ingin memeluk Alicia, meminta maaf. “Ada apa?”
“Ayo kita ke pantai.”
“Aku tidak bawa pakaian ganti.”
“Aku bawa.” Kamal menunjuk ranselnya, lalu meminta Alicia mengikutinya ke motornya.
Sepanjang perjalanan mereka tidak mengobrol. Tapi Kamal berpikir bahwa Alicia mau ikut ke pantai saja sudah merupakan hal yang bagus. Berarti Alicia tidak membencinya, syukurlah!

Satu jam kemudian mereka telah duduk bersantai di pasir pantai. “Alicia, terima kasih mau ikut ke sini.”
“Bukankah aku selalu mengikutimu? Lagipula aku senang kau mau mengajakku.”
“Ya, tapi sejak…” Kamal menarik napas. “Aku benar – benar minta maaf soal di garasi itu. Aku telah melecehkanmu…”
“Tidak!”
“Apa?”
“Kau tidak melecehkanku. Aku…aku malah senang kau melakukannya. Itu memang yang selalu kuharapkan. Hanya saja, aku sedikit terkejut…maafkan aku telah menamparmu…”

Kamal tertegun mendengar pernyataan Alicia. “Maksudmu?”
“Selama seminggu ini aku terus menyesal karena telah menamparmu, tapi aku tidak berani menemuimu untuk meminta maaf. Aku kira kau membenciku…dan aku senang karena kau datang untuk menemuiku!” Alicia membiarkan rambut panjangnya tertiup angin, sehingga acak2an dan menutupi wajahnya yang cantik.
“Kau senang aku menciummu?”
Alicia menunduk, suaranya pelan. “Eh, ah, ya. Sangat menyukainya.” Lalu ia mengangkat wajahnya menatap Kamal. Matanya yang cokelat terang terlihat berbinar – binar dan pipinya merona, sungguh cantik. “Akhirnya kau menganggapku wanita.”
Jantung Kamal berdebar kencang. Ia menarik kepala Alicia dan mencium dahinya. Ia tersenyum senang bercampur lega. “Aku tidak pernah menganggapmu anak kecil lagi sejak ulang tahunmu yang ke-15 sebulan yang lalu.”

Alicia memeluknya, tapi Kamal mendorongnya menjauh. Alicia tertawa. “Bagaimana menurutmu, si Tricia?”
“Hmmm…” Kamal pura – pura berpikir. “Cantik.” Kamal tersenyum. “Tapi satu hal yang pasti, dadaku tidak berdebar saat bersama Tricia. Hanya di dekatmu saja dadaku berdebar.”
“Iya, aku tahu.”

Kamal mengacak – acak rambutnya. “Kau pede sekali?”
“Yah.” Alicia berbaring di pasir. “Entah kapan persaingan dengan Tricia akan berakhir. Dia selalu memusuhiku, padahal aku sudah mulai menyukai komentar – komentar pedasnya.” Alicia tersenyum. “Sejak membaca komik yang ada kalimat, ‘Seseorang membenci orang lain karena ia tidak mengenal baik orang itu’, aku jadi berpikir ulang tentang Tricia. Ia mempunyai banyak kecocokkan denganku.”
“Baguslah.” Kamal tersenyum, “memang saat tadi melihat Tricia, aku melihat kalian sedikit mirip. Cantik, angkuh, percaya diri, agak centil…” Kamal mengaduh karena Alicia mencubitnya. “Kau tahu, akhirnya Jaka jatuh cinta pada tetangga yang gemuk itu, Mary.”
Alicia tertawa, “benarkah? Itu bagus sekali. Sepertinya ia kemakan omongannya sendiri.”

Kamal ikut tertawa. “Sepertinya begitu. Mary gadis yang baik dan jago masak. Dan saat pertama melihatnya, entah kenapa aku berpikir ia cocok untuk Jaka.”
“Saat pertama kali melihatku, apakah kau berpikir sperti itu juga?”
“Tidak…” Kamal memandangi Alicia sangat lama. Benar – benar cantik. “Saat menolongmu di laut ini dua tahun yang lalu, kupikir kau putri duyung kecil…”
“Hah? Huu, Kamal bercanda.”
“Benar, waktu itu rambutmu yang panjang hingga mencapai pinggang mengambang di air laut, seperti memanggilku…”
“Sekarang rambutku sebahu.”
Kamal meraih rambut Alicia yang terurai di pasir pantai. “Ya, sekarang putri duyung kecil itu telah menjelma menjadi putri duyung dewasa yang cantik, seperti yang ingin kutemui selama ini…”

Wajah Alicia merona. “Benarkah?”
“Benar…Alicia…” Kamal menatapnya mesra.
“Y-ya…?”
“Rambutmu kotor, penuh pasir.”

Alicia langsung bangkit duduk. “Dasar tidak romantis.”
Kamal tertawa senang. “Bagaimana kalau hari ini kita ikut makan malam dengan Jaka dan Mary di rumah Mary? Masakannya benar – benar lezat!”
“Lebih lezat dari koki mana pun?”
“Ya. Kau pasti akan menyukai masakannya dan juga orangnya.”
“Huu, aku sedikit cemburu.”

Kamal tertawa sambil membantu Alicia berdiri. Tapi bukannya menggandengnya, ia malah menggendong Alicia.
“Kamal, apa – apaan, sih, turunkan aku!”
“Aku ‘kan sedang menggendong putri duyung dewasa yang cantik, aku takut akan ada yang menculiknya.”
“Aku takkan kemana – mana…” Alicia berdehem. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus saat mengucapkan, “aku milikmu sepenuhnya…”

Kamal semakin erat memeluknya, “aku mencintaimu…”
“Aku juga…”

Lalu Kamal mencium bibirnya, kali ini dengan perlahan.
“Kamal.”
“Ya?”
“Aku ingin ciuman yang seperti di garasi itu…”

Kamal hampir menjatuhkan Alicia ke pasir. Wajahnya memerah dan terasa panas. “I-itu nanti…kalau kita hanya sedang berdua…”
Alicia tersenyum. “Baiklah, aku tunggu.”

Kuningan, 15 Juli 2009

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 3:29 AM Kategori:

0 comments:

Post a Comment