SWEET MEMORIES
Cerpen Ai Kulsum
Dua minggu telah berlalu seiring dengan kepergian Nenek ku, bayang Nenek selalu ada di benakku, setiap sudut ruangan mengingatkan aku akan Nenek. Padahal aku baru saja merasakan hidup bersama Nenek baru dua bulan tepatnya setelah perceraian kedua orangtuaku. Tak dapat ku menerima ajakan orang tuaku dan memutuskan tinggal sendiri di rumah Nenekku.
Pukul 09:25 WIB, pelajaran matematika dimana semua temanku sudah melihat jam tangannya berulang-berulang , apalagi Doni yang doyan makan sampai-sampai sudak lindah saja kapalanya itu menunggu istirahat. Berbeda denganku yang selalu bersemangat belajar matematika sangat tidak ingin pelajaran ini cepat berakhir karena inilah salah satunya yang mampu menghilangkan rasa sedihku walaupun hanya sesaat. Tapi sayangnya aku tak mampu menikmati pelajaran matematika kali ini, karena kepalaku terasa sakit sangat sangaaat sakit. Bahkan sampai bel istirahat berbunyi pun rasa sakit itu tak kunjung sembuh, ku coba melihat suasana luar yang ramai mencoba menghilangkan rasa sakit itu, tapi sampai bel masuk berbunyi pun, rasa sakit itu tak juga sembuh.
Pukul 14:00 WIB terlihat di jam tanganku saatnya pulang. Saat itu langit mendung cuaca mulai memburuk, semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka. Berlari-lari karena takut hujan segera turun. Tapi berbeda dengan aku yang selalu terbiasa sendiri di sekolah baruku ini, berjalan sendiri dengan lelah karena sakit di kepalaku yang begitu mencengkramku. Belum jauhb aku berjalan dari sekolah hujan pun mulai turun dengan derasnya semua tubuhku basah seketika. Kepalaku sakit dan semakin sakit, semakin lama aku berjalan dan semakin jauh aku berjalan rasa sakit di kepalaku pun semakin sakit, tubuhku menggigil terguyur air hujan secara terus menerus. Semakin lama aku merasa tak mampu lagi untuk berjalan langkahku semakin pelan tubuhku semakin lemah beberapa orang mengajakku untuk berteduh, menawariku naik mobil dan yang lainnya yang tidak dapat jelas ku dengar, namun semua itu aku acuhkan karena rasa sakit yang semakin sain sakit dan semakin mencengkramku. Aku benar-benar tak mampu lagi berjalan kepalaku semakin sakit bahkan sekarang penglihatan aku pun mulai buram dan tak jelas, saat itu terdengar suara motor benheti de sampingku sesosok laki-laki menghampiriku tapi sayangnya saat dia menghampiriku aku sudah tak ingat apa-apa lagi.
Saat mataku mulai terbuka, semua penjuru ruangan itu berwarna putih. Ruangan itu sedikit berbau aneh. “kamu sudah sadar?” sebuah suara menegurku, ku alihkan pandanganku kea rah suara tadi, terlihat sesosok lelaki muda berkulit coklat, mempunyai bola mata yang hitam, rambut hitam lurus dengan gaya rambut tokoh kartun Tin-tin, dengan senyum manisnya. Aku pun membalasnya “dimana aku?” tanyaku “kamu di Rumah Sakit, tadi kamu pingsan di jalan.” Tuturnya dengan selalu diiringi senyumnya “bolehkah aku pulang?” tanyaku “tidak, kamu harus tetap disini sampai disini” aku tak tahu kenapa tak bias menolaknya, aku merasa disampingnya. “Aku sakit apa?” tanyaku heran baru sadar kenapa aku tidak diiznkan pulang, dia terdiam sesaat kemudian “hanya migren biasa sekarang juga sudah baikan bukan?” diikuti senyum manisnya. Aku hanya menganggukan kepala kemudian berkata
“kalau begitu aku ingin pulang” “ja, jangan kamu harus dirawat biar benar-benar sembuh” jawabanya agak gugup dan terbata-bata meski saat itu aku bingung kenapa dia menjawab dengan tegang tapi akhirnya aku pun menuruti kata-katanya.
Malam pun tiba aku tak bisa tertidur, aku sangat merindukan sosok kedua orangtuaku, tanpa terasa air mataku pun mulai membasahi pipiku, dan rasa sakit mulai mewarnai lamunanku. Saat aku benar-benar berada dalam rasa rindu yang amat sangat, yang juga diselimuti rasa sakit di kepalaku, sebuah suara terdengar yang juga membuyarjan lamunanku, aku cepat-cepat menghapus air mataku dan mengalihkan pandanganku kea rah suara tadi, terlihat sesosok lelaki muda yang berdiri di depan pintu dia lelaki yang meyelamatkanku tadi “kamu belum tidur?” aku tak menjawab dan hanya menggelangkan kepala,”belum ngantuk?” aku menggelangkan kepala juga tanpa menjawab. “tidak bias tidur ya?” tanyanya lagi, aku tersenyum dan kali ini aku menjawabnya “ya”. Dia terdiam kemudian duduk di kursi dekat kasur dimana aku tertidur “aku tahu kamu merindukan keluargamu, kanapa kamu tidak menghubungi mereka, biar akuyang berbicara pada mereka, mereka pasti khawatir. Ya ampun kenapa aku bego ya gak nanyain keluargamu” sebelum dia selesai bebicara aku memotong pembicaraanya “aku tak mempunyai keluarga” dia terdiam merasa bersalah akan kata-katanya suasana hening sesaat “semua orang pasti mempunyai keluarga” dia pun mulai membuka pembicaraan “tapi aku tidak” jawabku singkat “aku yakin kamu mempunyai kelurga, meski mereka telah tiada mereka tetap kelurgamu, lagian aku yakin kamu masih punya kaluarga lain selain Nenekmu” aku terdiam kata-katanya serasa menusuk hatiku “dari mana kamu tahu hal itu? Aku memang mempunyai keluarga tapi itu dulu sekarang keluarga hancur aku sendiri disini” suaraku semakin pelan dan semakin tak sanggup menahan air mataku. Dia terdiam tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulutnya “orangtuaku bercerai, saat aku memutuskan untuk tinggal bersama Nenek, baru dua bulan Nenekku meninggalkan aku untuk selamanya. Dan kini aku pun hidup sendiri tanpa keluarga” air mataku mulai menetes isak tangisku mulai keluar tak ada suara saat itu hanya suara tangisku yang ada. Beberapa manit berlalu saat tangisanku mulai reda dia pun berkata “bagaimana pun keadaan mereka, mereka tetaplah orangtuamu, karena itu tetaplah anggap mereka ada jangan pernah kamu ucapkan kalau kamu tidak mempunyai keluarga” hatiku mulai terbuka, aku tersenyum dan menganggukan kepala. “sekarang kamu tidrlah ini sudah malam, kamu harus banyak istirahat agar sakitmu cepat sembuh” aku mengangguk, “maukah kau berjanji untuk ku” tanyanya. “janji apa?” “berjanji untuk selalu tersenyum mensyukuri semua yang ada, dan jangan pernah menganggap orangtuamu tak ada, ingat Allah tahu yang terbaik untuk kita dia pasti menyimpam sejuta rahasia untuk kehidupan kita. Maka dari itu kamu harus yakin dibalik semua ini pasti ada hikmah yang tersembunyi dan mungkin belum kamu ketahui” kata-katanya benar-benar membuatku merasa tenang “aku berjanji” aku pun memberikan janjiku itu dengan diikuti senyumanku. dia pun keluar dan menutup pintu, tetapi kemudian kembali lagi dan berkata “jika kamu butuh apa-apa panggil saja aku Alpha, aku ada di luar” aku menganggukan kepala. Dan tanpaku sadari aku baru saja mengetahui namanya. Tak lama sejak itu mataku pun mulai tertidur.
Suara adzan membangunkan aku dari tidurku, aku berusaha bangun untuk melaksanakan sholat shubuh tapi selang di tanganku membuat aku tak bias bergerak kemana-mana. Aku teringat untuk memanggil Alpha tetapu belum sempat aku memanggilnya sudah terlihat bayangan wajahnya di depan pintu. Aku kira dia akan memasuki ruangaun tetapi ternyata lama kutunggu dia tetap berdiri di depan pintu setelah aku perhatikan baik-baik ternyata dia sedang berbicara dengan seseorang aku kira dia dokter. “apa dia bias disembuhkan,dok” itu seperti suara Alpha. Aku terus memperhatikan suara mereka sampai-sampai aku nekad mencabut selang di tanganku untuk mendengar pembicaraan mereka.
“aku tak yakin dia bias sembuh, operasi terlalu beresiko besar baginya”
“tapi, apa tidak ada cara lain, dok?”
“saya rasa tidak ada cara lain, kita hanya bias menunggu keajaiban datang dari Sang Maha Pencipta”
“kenapa tumor otak itu harus menyerang gadis yang soleha sepertinya” ucap Alpha pelan dengan nada sedih. Tak dapat ku menahan air mataku, ternyata selama ini Alpha membohongi aku, aku tidak sakit kepala biasa tapi kena tumor otak dan aku juga tak bias disembuhkan. Saat aku berdiri didepan pintu, dengan air mata masih dipipiku, Alpha pun membuka pintunya dia terkejut melihat aku yang tengah bercucuran air mata “kau membohongiku” ucapku dengan tangisan tak berhenti.
“maafkan aku” kepala nya tertunduk penuh penyesalan, tak ada kata, suasana hening. Tapi kemudian “kau mau sholat shubuh” dia membuka pembicaraannya. Aku tak menjawab hanya anggukan kepala yang aku berikan. Alpha pun membantuku melaksanakan sholat shubuh. Setelah usai sholat shubuh aku di ajak sarapan pagi didepan rumah sakit itu, suasana pagi yang sungguh menyegarkan, terdapat tukang bubur didepan rumah sakit itu, aku sarapan disana. Rasa sakitku serasa hilang seketika saat aku merasakan suasana pagi yang penuh kesejukan itu. Sehabis sarapan pagi aku diajak Alpha untuk kembali keruang pasien, aku pikir aku sanggup untuk berangkat sekolah saat itu. “alpha aku ingin sekolah, aku tak ingin tinggal di rumah sakit ini. Aku ingin menikmati sisa hidupku dengan kebahagiaan, disini aku tak bisa mendapat kebahagiaan.”
“tapi, aku yakin kamu bisa sembuh. Tinggalah dulu disini sampai kamu benar-benar sembuh”
“apa kamu tak dengar tadi, aku gak mungkin bisa disemuhkan”
“itu hanya dokter yang bilang, gak ada yang tidak mungkin bagi Allah SWT, Pauline”
“kamu benar, tapi adakah kemungkinan aku untuk sembuh?”
“Tentu ada, meski itu 1 berbanding 1000. Masih ada satu kemungkinan kamu harus tetap semangat menjalani hidup ini”
“aku ingin pulang, tolong tanyakan berapa biaya administrasi selama aku disini, ini kartu kreditku, maaf tolong bayarkan terimakasih”
Aku pulang kerumah, dan aku pun cepat-cepat berganti pakaian sekolah. Alpha tak mengejarku dia hanya memandangiku dengan kartu kredit masih ditangannya. Saat aku membuka pintu akan berangkat sekolah kulihat sebuah paket disana tertulis
ini obat untukmu, jangan lupa minum setelah makan tiga kali sehari ya, Pauline pasti bisa sembuh. Oh iya kartu kreditmu juga ada dikotak ini.
Alpha
Aku tersenyum, ku buka paket itu obatnya ku minum dan sisanya ku simpan kedalam tas agar terbawa kemana-mana. Sepanjang perjalanan rasa sakitku tak terasa aku tetap bisa tersenyum tanpa mersa sakit. Suasana di sekolah ku lewati seperti hari-hari biasa tanpa rasa sakit. Saat pulang sekolah Alpha menungguku di depan kelas ternyata dia teman sesekolahku dan kelas kami pun tetanggan. “eeeh Pauline, kita kita, periksa sakitmu ya” dengan gugupnya dia berkata.
“Cie cie ada yang mau jalan-jalan ni, bilang aja jalan-jalan gak usah alasan meriksa sakit segala” teriak teman-temanku yang melihat kami. Aku hanya tersenyum dan menganggukan kepala. Alpha mengajakku menaiku motornya tak ada pertanyaan aku hanya menaiki motornya menuruti perintahnya. Aku kira dia akan mengajaku kerumuah sakit itu lagi. Selama perjalanan susan hening. Setelah hampr setengah jam motor Alpha berhenti suasana disana masih sejuk pemandangannya begitu indah aku baru merasakan dan melihat alam seindah ini ucapku dalam hati.”aku kira kau akan mengajaku ke rumah sakit itulagi”
“tidak, tadi kan banyak anak-anak lagian aku takut kamu tidak mau kalau aku bilang akan mengajakmu kesini” jawabnya sambil memandingiku dan tersenyum
“tapi aku lebih senang kamu mengajaku kesini:
“oh ya”
“tentu”
Setelah hampir satu jam aku menikmati suasana itu. Cuaca tidak mendukung cuaca semakin medung” Pauline sebaiknya kita pulang, aku takut hujan”
“Tidak, aku tidak ingin cepat-cepat meninggalkan suasana alam seindah ini, aku masih ingin menikmatinya selagi aku bisa.”
“Pauline, besok pun kita masih bisa datang kesini lagi”
“Aku tak yakin besok aku bisa disini kembali.”
“Tapi, aku yakin.”
“Alpha, sudahlah kamu tak usah berusaha menghiburku lagi.” Ucapku dengan air mata di pipiku.
“Pauline, kamu pasti bisa. Kamu tahu nyamukan?.. mereka tahu keadaan mereka tak disukai oleh manusia dan mereka tahu mereka bisa mati oleh manusia, tapi lihat mereka, mereka tak pernah menyerah begitu saja. Mereka tetap bersemangat untuk mendapatkan makan. Mereka tetap berusaha melawan manusia. Aku tahu dan aku yakin kamu pasti bisa melawan sakitmu itu’’.
“kalau begitu aku ingin pulang” “ja, jangan kamu harus dirawat biar benar-benar sembuh” jawabanya agak gugup dan terbata-bata meski saat itu aku bingung kenapa dia menjawab dengan tegang tapi akhirnya aku pun menuruti kata-katanya.
Malam pun tiba aku tak bisa tertidur, aku sangat merindukan sosok kedua orangtuaku, tanpa terasa air mataku pun mulai membasahi pipiku, dan rasa sakit mulai mewarnai lamunanku. Saat aku benar-benar berada dalam rasa rindu yang amat sangat, yang juga diselimuti rasa sakit di kepalaku, sebuah suara terdengar yang juga membuyarjan lamunanku, aku cepat-cepat menghapus air mataku dan mengalihkan pandanganku kea rah suara tadi, terlihat sesosok lelaki muda yang berdiri di depan pintu dia lelaki yang meyelamatkanku tadi “kamu belum tidur?” aku tak menjawab dan hanya menggelangkan kepala,”belum ngantuk?” aku menggelangkan kepala juga tanpa menjawab. “tidak bias tidur ya?” tanyanya lagi, aku tersenyum dan kali ini aku menjawabnya “ya”. Dia terdiam kemudian duduk di kursi dekat kasur dimana aku tertidur “aku tahu kamu merindukan keluargamu, kanapa kamu tidak menghubungi mereka, biar akuyang berbicara pada mereka, mereka pasti khawatir. Ya ampun kenapa aku bego ya gak nanyain keluargamu” sebelum dia selesai bebicara aku memotong pembicaraanya “aku tak mempunyai keluarga” dia terdiam merasa bersalah akan kata-katanya suasana hening sesaat “semua orang pasti mempunyai keluarga” dia pun mulai membuka pembicaraan “tapi aku tidak” jawabku singkat “aku yakin kamu mempunyai kelurga, meski mereka telah tiada mereka tetap kelurgamu, lagian aku yakin kamu masih punya kaluarga lain selain Nenekmu” aku terdiam kata-katanya serasa menusuk hatiku “dari mana kamu tahu hal itu? Aku memang mempunyai keluarga tapi itu dulu sekarang keluarga hancur aku sendiri disini” suaraku semakin pelan dan semakin tak sanggup menahan air mataku. Dia terdiam tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulutnya “orangtuaku bercerai, saat aku memutuskan untuk tinggal bersama Nenek, baru dua bulan Nenekku meninggalkan aku untuk selamanya. Dan kini aku pun hidup sendiri tanpa keluarga” air mataku mulai menetes isak tangisku mulai keluar tak ada suara saat itu hanya suara tangisku yang ada. Beberapa manit berlalu saat tangisanku mulai reda dia pun berkata “bagaimana pun keadaan mereka, mereka tetaplah orangtuamu, karena itu tetaplah anggap mereka ada jangan pernah kamu ucapkan kalau kamu tidak mempunyai keluarga” hatiku mulai terbuka, aku tersenyum dan menganggukan kepala. “sekarang kamu tidrlah ini sudah malam, kamu harus banyak istirahat agar sakitmu cepat sembuh” aku mengangguk, “maukah kau berjanji untuk ku” tanyanya. “janji apa?” “berjanji untuk selalu tersenyum mensyukuri semua yang ada, dan jangan pernah menganggap orangtuamu tak ada, ingat Allah tahu yang terbaik untuk kita dia pasti menyimpam sejuta rahasia untuk kehidupan kita. Maka dari itu kamu harus yakin dibalik semua ini pasti ada hikmah yang tersembunyi dan mungkin belum kamu ketahui” kata-katanya benar-benar membuatku merasa tenang “aku berjanji” aku pun memberikan janjiku itu dengan diikuti senyumanku. dia pun keluar dan menutup pintu, tetapi kemudian kembali lagi dan berkata “jika kamu butuh apa-apa panggil saja aku Alpha, aku ada di luar” aku menganggukan kepala. Dan tanpaku sadari aku baru saja mengetahui namanya. Tak lama sejak itu mataku pun mulai tertidur.
Suara adzan membangunkan aku dari tidurku, aku berusaha bangun untuk melaksanakan sholat shubuh tapi selang di tanganku membuat aku tak bias bergerak kemana-mana. Aku teringat untuk memanggil Alpha tetapu belum sempat aku memanggilnya sudah terlihat bayangan wajahnya di depan pintu. Aku kira dia akan memasuki ruangaun tetapi ternyata lama kutunggu dia tetap berdiri di depan pintu setelah aku perhatikan baik-baik ternyata dia sedang berbicara dengan seseorang aku kira dia dokter. “apa dia bias disembuhkan,dok” itu seperti suara Alpha. Aku terus memperhatikan suara mereka sampai-sampai aku nekad mencabut selang di tanganku untuk mendengar pembicaraan mereka.
“aku tak yakin dia bias sembuh, operasi terlalu beresiko besar baginya”
“tapi, apa tidak ada cara lain, dok?”
“saya rasa tidak ada cara lain, kita hanya bias menunggu keajaiban datang dari Sang Maha Pencipta”
“kenapa tumor otak itu harus menyerang gadis yang soleha sepertinya” ucap Alpha pelan dengan nada sedih. Tak dapat ku menahan air mataku, ternyata selama ini Alpha membohongi aku, aku tidak sakit kepala biasa tapi kena tumor otak dan aku juga tak bias disembuhkan. Saat aku berdiri didepan pintu, dengan air mata masih dipipiku, Alpha pun membuka pintunya dia terkejut melihat aku yang tengah bercucuran air mata “kau membohongiku” ucapku dengan tangisan tak berhenti.
“maafkan aku” kepala nya tertunduk penuh penyesalan, tak ada kata, suasana hening. Tapi kemudian “kau mau sholat shubuh” dia membuka pembicaraannya. Aku tak menjawab hanya anggukan kepala yang aku berikan. Alpha pun membantuku melaksanakan sholat shubuh. Setelah usai sholat shubuh aku di ajak sarapan pagi didepan rumah sakit itu, suasana pagi yang sungguh menyegarkan, terdapat tukang bubur didepan rumah sakit itu, aku sarapan disana. Rasa sakitku serasa hilang seketika saat aku merasakan suasana pagi yang penuh kesejukan itu. Sehabis sarapan pagi aku diajak Alpha untuk kembali keruang pasien, aku pikir aku sanggup untuk berangkat sekolah saat itu. “alpha aku ingin sekolah, aku tak ingin tinggal di rumah sakit ini. Aku ingin menikmati sisa hidupku dengan kebahagiaan, disini aku tak bisa mendapat kebahagiaan.”
“tapi, aku yakin kamu bisa sembuh. Tinggalah dulu disini sampai kamu benar-benar sembuh”
“apa kamu tak dengar tadi, aku gak mungkin bisa disemuhkan”
“itu hanya dokter yang bilang, gak ada yang tidak mungkin bagi Allah SWT, Pauline”
“kamu benar, tapi adakah kemungkinan aku untuk sembuh?”
“Tentu ada, meski itu 1 berbanding 1000. Masih ada satu kemungkinan kamu harus tetap semangat menjalani hidup ini”
“aku ingin pulang, tolong tanyakan berapa biaya administrasi selama aku disini, ini kartu kreditku, maaf tolong bayarkan terimakasih”
Aku pulang kerumah, dan aku pun cepat-cepat berganti pakaian sekolah. Alpha tak mengejarku dia hanya memandangiku dengan kartu kredit masih ditangannya. Saat aku membuka pintu akan berangkat sekolah kulihat sebuah paket disana tertulis
ini obat untukmu, jangan lupa minum setelah makan tiga kali sehari ya, Pauline pasti bisa sembuh. Oh iya kartu kreditmu juga ada dikotak ini.
Alpha
Aku tersenyum, ku buka paket itu obatnya ku minum dan sisanya ku simpan kedalam tas agar terbawa kemana-mana. Sepanjang perjalanan rasa sakitku tak terasa aku tetap bisa tersenyum tanpa mersa sakit. Suasana di sekolah ku lewati seperti hari-hari biasa tanpa rasa sakit. Saat pulang sekolah Alpha menungguku di depan kelas ternyata dia teman sesekolahku dan kelas kami pun tetanggan. “eeeh Pauline, kita kita, periksa sakitmu ya” dengan gugupnya dia berkata.
“Cie cie ada yang mau jalan-jalan ni, bilang aja jalan-jalan gak usah alasan meriksa sakit segala” teriak teman-temanku yang melihat kami. Aku hanya tersenyum dan menganggukan kepala. Alpha mengajakku menaiku motornya tak ada pertanyaan aku hanya menaiki motornya menuruti perintahnya. Aku kira dia akan mengajaku kerumuah sakit itu lagi. Selama perjalanan susan hening. Setelah hampr setengah jam motor Alpha berhenti suasana disana masih sejuk pemandangannya begitu indah aku baru merasakan dan melihat alam seindah ini ucapku dalam hati.”aku kira kau akan mengajaku ke rumah sakit itulagi”
“tidak, tadi kan banyak anak-anak lagian aku takut kamu tidak mau kalau aku bilang akan mengajakmu kesini” jawabnya sambil memandingiku dan tersenyum
“tapi aku lebih senang kamu mengajaku kesini:
“oh ya”
“tentu”
Setelah hampir satu jam aku menikmati suasana itu. Cuaca tidak mendukung cuaca semakin medung” Pauline sebaiknya kita pulang, aku takut hujan”
“Tidak, aku tidak ingin cepat-cepat meninggalkan suasana alam seindah ini, aku masih ingin menikmatinya selagi aku bisa.”
“Pauline, besok pun kita masih bisa datang kesini lagi”
“Aku tak yakin besok aku bisa disini kembali.”
“Tapi, aku yakin.”
“Alpha, sudahlah kamu tak usah berusaha menghiburku lagi.” Ucapku dengan air mata di pipiku.
“Pauline, kamu pasti bisa. Kamu tahu nyamukan?.. mereka tahu keadaan mereka tak disukai oleh manusia dan mereka tahu mereka bisa mati oleh manusia, tapi lihat mereka, mereka tak pernah menyerah begitu saja. Mereka tetap bersemangat untuk mendapatkan makan. Mereka tetap berusaha melawan manusia. Aku tahu dan aku yakin kamu pasti bisa melawan sakitmu itu’’.
Suasana hening sesaat, seolah-olah tak ada orang saat itu. Tetapi tak lama kemudian Alpha meneruskan kembali pembicaraannya “Kamu tahu, wanita yang cantik itu seperti apa?” Aku tak menjawab hanya gelengan kepala yang aku berikan. “Wanita yang cantik itu wanita yang tetap tertawa walau sebenarnya ia ingin menangis, tetap tersenyum walau sebenarnya ia kecewa, tetap kuat walau sebenarnya ia udah gak sanggup lagi, dan tetap semangat walau tertekan oleh masalah, yang penting dia selalu memandang semuanya baik-baik saja, dan dia selalu percaya Allah selalu ada untuknya, dan pasti memberikan yang terbaik untuk dirinya. Dan aku yakin kamu termasuk wanita cantik itu”. Ucapnya sambil memandangiku dan tersenyum. Aku pun membalas senyumnya angin kecil berhembus dan menggerakan kerudung putih yang aku kenakan, suasana alam yang sangat indah dimana seseorang telah membangun semangat hidupku kembali membuatku tetap ingin berada disini bersamanya untuk selamanya. Tapi harapan itu mulai rapuh kembali saat aku mengingat sakitku yang tak mungkin sembuh, tapi hati kecilku teringak kembali akan kata-kata Alpha membuatku tersenyum dan akn brusaha untuk tetap semangat dan berjuang melawan rasa sakit ini.
Saat aku terhanyut dalam lamunanku, titik –titik hujan mulai turun dan mulai membasahi kerudungku, Alpha tersadar dia mengajaku pulang kami berlari menuju motor Alpa tetapi hujan tak bisa dibendung lagi, hujan turun begitu derasnya saat kami mulai menaiki motor, Alpa mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi tetapi dengan tetap berhati-hati. Air hujan yang terus menerus mengguyur tubuhku membuat tubuhku terasa menggigil saat itu kesadaranku mulai hilang di tengah-tengah kesadaranku aku teringat kembali dimana aku pertama bertemu Alpha, pertama mengenal dirinya, pertama merasakan kenyamanan bersamanya, pertama merasakan kebaikannya dan pertama mengetahui sakitku, aku baru sadar kalau aku sangat bahagia dengan pertemuan pertama itu dan aku akn selalu mengingarnya sebagai mySweet Memories.
Semua sudut ruangan itu berwarna putih, suasananya terasa sama saat aku terbangun dulu dalam kenganan manisku pertemuan pertama dengan Alpha. Sebuah senyum manis menyambutku, senyum manis yang tak asing lagi untukku, itu senyuman ibuku, senyuman yang sangat kurindukan sejak dulu kini sebuah air mata mengalir diwajahnya yang lembut, aku tahu air mata itu untukku, menangisi keadaanku, aku segera membalas senyuman ibuku dan menyapanya “Ibu” ibuku memandangiku kemudian memluk tubuhku, air mataku pun ikut terjatuh sebuah kedamaian dalam hatiku saat aku berada dalam pelukan ibuku. “Maafkan ibu anakku, sekarang Ayah dan Ibu bersatu kembali” aku menoleh kebelakang sesosok lelaki memberikan senyumannya untukku dan dia menghampiriku, Ayahku dia ayahku yang selalu ku sayangi dan menyayangiku sejak dulu sekarang dan sampai selamanya.Saat itu keluargaku terasa utuh kembali, semuanya telah kembali aku tersenyum bahagia. Meski rasa sakit yang semakin sakit terasa ditubuhku.
Baca juga Cerpen Sedih yang lainnya.
0 comments:
Post a Comment