BERAWAL DARI LAPANGAN
Oleh Dita Puspitasari
Dini hari Farah sudah terbangun. Remaja manis berkulit putih, berambut pirang pendek, dan tinggi itu segera menyiapkan segala hal untuk pertandingan basket siang hari nanti. Segala sesuatu ia siapkan, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki ia persiapkan secara matang agar ia bisa menang pada pertandingannya. Hari ini masih semi final, dua langkah lagi untuk menjadi sang juara. Farah ingin mengangkat prestasi sekolahnya, sekaligus hadiah terakhir. Karena, sekarang Farah duduk di kelas sembilan SMP.
Pritttttt, peluit berbunyi. Tanda pertandingan baru saja dimulai. Lima belas detik setelah peluit dibunyikan terdengar suara tepuk tangan para penonton. Tembakan Farah tepat. Three point sudah ada ditangannya. Hingga detik terakhir pertandingan, regu yang terdiri dari Farah dan remaja putri lainnya berhasil memenangkan babak semi final ini. Namun sayang, kaki Farah cedera. Ia sempat terjatuh saat akan melakukan slam dunk, bersyukur wasit yang bertubuh tinggi dan berambut hitam pekat itu bisa mengobati cedera di kaki Farah dengan sekatan.
“Kak, makasih ya udah mau nolongin saya” ucap Farah dengan lembut kepada wasit yang menolong ia di tempat istrahat yang cukup ramai setelah pertandingan usai.
“Oh kamu, iya sama-sama. Ehhh, ga usah panggil saya kakak. Panggil saja nama, toh saya masih kelas sepuluh. Nama saya Ari Setia, biasa di panggil Ari, salam kenal ya, nama kamu siapa?” balas Ari secara santun sambil mengulurkan tangan kanannya kepada Farah untuk berkenalan.
“Iya kak, ehh iya Ri. Nama saya Farah Rahadia” ucap Farah malu sambil berjabat tangan dengan Ari.
“Ahhh, jangan malu-malu gitu deh. Nyantai aja, ngomong-ngomong kamu kelas berapa? ” Tanya Ari.
“Masih kelas sembilan” ucap Farah untuk yang terakhir karena Farah sudah dipanggil Pak Yana-pelatih basket untuk berkumpul di lapangan.
Sementara Farah berdiri agak sulit, Ari memasukan secuir kertas yang dilipat rapih ke dalam tas Farah yang terletak di kolong bangku. Kemuadian Ari membantu Farah berdiri dan melepaskan Farah pergi tanpa sepatah katapun.
***
Pritttttt, peluit berbunyi. Tanda pertandingan baru saja dimulai. Lima belas detik setelah peluit dibunyikan terdengar suara tepuk tangan para penonton. Tembakan Farah tepat. Three point sudah ada ditangannya. Hingga detik terakhir pertandingan, regu yang terdiri dari Farah dan remaja putri lainnya berhasil memenangkan babak semi final ini. Namun sayang, kaki Farah cedera. Ia sempat terjatuh saat akan melakukan slam dunk, bersyukur wasit yang bertubuh tinggi dan berambut hitam pekat itu bisa mengobati cedera di kaki Farah dengan sekatan.
“Kak, makasih ya udah mau nolongin saya” ucap Farah dengan lembut kepada wasit yang menolong ia di tempat istrahat yang cukup ramai setelah pertandingan usai.
“Oh kamu, iya sama-sama. Ehhh, ga usah panggil saya kakak. Panggil saja nama, toh saya masih kelas sepuluh. Nama saya Ari Setia, biasa di panggil Ari, salam kenal ya, nama kamu siapa?” balas Ari secara santun sambil mengulurkan tangan kanannya kepada Farah untuk berkenalan.
“Iya kak, ehh iya Ri. Nama saya Farah Rahadia” ucap Farah malu sambil berjabat tangan dengan Ari.
“Ahhh, jangan malu-malu gitu deh. Nyantai aja, ngomong-ngomong kamu kelas berapa? ” Tanya Ari.
“Masih kelas sembilan” ucap Farah untuk yang terakhir karena Farah sudah dipanggil Pak Yana-pelatih basket untuk berkumpul di lapangan.
Sementara Farah berdiri agak sulit, Ari memasukan secuir kertas yang dilipat rapih ke dalam tas Farah yang terletak di kolong bangku. Kemuadian Ari membantu Farah berdiri dan melepaskan Farah pergi tanpa sepatah katapun.
***
Sesampainya di rumah, dengan sigap Farah membereskan pernak-pernik bekas pertandingan tadi. Mulai dari mencuci sepatu dan baju, sampai tas pun ia cuci bersih. Ketika ia merendam tasnya, terlihat ada sesuatu yang cukup mencurigakan, saat ditelusuri ternyata itu adalah sebuah kertas yang terlipat-lipat. Mungkin bon bekas belanjaan, maka dari itu Farah hendak membuang kertas itu. Namun telihat gambar wajah yang tintanya mulai memudar. Farah membuka lipatan kertas itu. Dan ternyata itu adalah kartu nama Ari. Dengan terburu-buru Farah berlari ke kamar kakaknya mengambil hairdryer untuk mengeringkan kartu nama tersebut. Setelah kering, Farah membaca isi dari kartu nama tersebut. Meskipun sudah sedikit memudar, Farah masih bisa membaca nomor telefon Ari yang ada di kartu nama berwarna biru itu.
Satu jam berlalu, Farah masih menatapi dan membayangkan apa yang hendak ia lakukan pada kartu nama Ari. Dan ia baru ingat bahwa ia masih mempunyai rendaman cucian: sepatu basket, baju basket, dan tas yang ia satukan dalam satu ember. Begitu ia mengangkat baju basketnya, terlihat aman-aman saja begitu pula tasnya. Namun saat ia mengangkat sepatu basketnya, yang terjadi adalah bagian terluar sepatu itu mengelupas seperti kulit ular dan permukaannya menjadi kasar. Uhhh, hanya karena sebuah kartu nama yang hampir terbuang Farah telah merusak sepatu basket berwarna merah muda yang sangat ia suka.
Setelah Farah merapikan barang-barangnya kembali, ia mencoba menghubungi nomor yang Ari berikan kepadanya. Dan hasilnya, terdengar suara Ari berkata ‘halloooo’ dengan panjang di telinganya.
“Halo Ri, ini Farah. Kamu ya yang masukin kartu nama ke tas gue?” Tanya Farah penasaran.
“Ehh Farah, iya iya lah. Kenapa emang?”
“Tau ga Kak? Ehh maap Ri, tau ga Ri? Gara-gara gue berusaha ngeringin kartu nama lo yang tadinya basah karena kecuci dan hampir gue buang, sepatu basket gue jadi rusak deh”
“Wah?! Masa? Maaf deh kalo gitu, tar gue ganti deh sama sepatu basket gue, moga-moga aja cukup ya” tawar Ari.
“Ihhh ga usah, lagi pula bukan karena ngeringin kartu nama juga sih,, hehe”
“Terus kenapa?”
“Ada aja, kepo ihhh! Hahaha, dadahh” tut tut tut Farah menutup pembicaraan itu dengan tiba-tiba.
***
Lama kelamaan mereka berdua semakin akrab, Ari yang mengira Farah adalah seorang remaja putri yang tomboy dikarenakan penampilan Farah dengan rambut pendeknya itu, ternyata salah besar. Menurut Ari Farah adalah remaja putri yang sangat rajin dan sangat memperhatikan penampilan. Dan satu rahasia yang Ari tahu adalah, motivasi Farah menjadi seorang pemain basket adalah untuk menghitamkan kulit putihnya. karena menurut Farah kulit hitam itu adalah kulit asli orang Indonesia, tapi bukan hitam pekat maksudnya. Bisa dibilang sawo matang. Maklum, ayah Farah adalah warga Negara Belanda, makanya warna kulit Farah putih. Sementara Ari yang warna kulitnya cukup hitam, karena sudah delapan tahun lamanya Ari bersahabat dengan basket sekaligus bersahabat dengan sinar matahari berharap bisa mengembalikan warna kulitnya seperti dulu, yaitu sawo mentah alias putih. Itulah sedikit yang Farah tau tentang Ari.
Tio, yaitu sahabat Farah yang memiliki tinggi badan lebih pendek dibandingkan Farah dan memiliki muka seperti anak kecil alias baby face cukup bingung dengan kelakuan sahabat perempuannya itu, yaitu Farah. Akhir-akhir ini Farah sering terlihat senyum-senyum sendiri, terkadang menyanyi sendiri tanpa nada yang padu. Tapi, setiap kali Tio bertanya mengapa,Farah selalu menjawab ‘tidak apa-apa, aku ga sakit ko Yo’. Karena penasaran, saat jam istirahat Tio pun menanyakan lagi apa yang sebenarnya sedang terjadi kepada Farah yang penyakit ‘gila’nya mulai kumat.
“Heehhh, kenapa sihh?” Tanya Tio sambil mendekati Farah yang sedang memakai headphone di telinganya.
“Apa yoooo? Ulangi lagi dong, tadi ga kedengeran” ucap Farah sambil melepaskan headphone dari telinganya dan mengedip-ngedipkan matanya, maksudnya untuk merayu Tio agar Tio mau mengulangi perkataannya tadi.
“Farah Rahadia sahabatku, dengar baik-baik yaaa! Belakangan ini kelalukuan lo itu kaya orang kesurupan. Gue tanya berkali-kali malah lo jawab ‘gue ga sakit ko’ dan alesan lainnya. Kenapa sih lo? Jangan-jangan sobat gue yang satu ini udah terperangkap di jurang cinta ya? Ahahaha, ngaku aja deh lo Farrr. Gue tuh udah deket sama lo, susah buat nyumputin rahasia ke gue maaaa”
“Oke oke, aye ngartos. Yaaa, ga juga dibilang cinta kali Yo. Tapi, dengerin dulu deh cerita gue … ” bisik Farah, lalu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya, dimuali dari ia terjatuh saat bermain basket sampai apa yang terjadi detik ini.
“Lo tuh suka sama Ari, ehhhh ups keceplosan” dengan suara keras Tio mengucapkan itu dengan begitu jelasnya di depan muka Farah.
“Engga ah, sekalipun gue suka sama Ari. Gue ga mau pacaran dulu. Titik, itu janji gue sama lo yaaa” teriak Farah di dalam kelas. Serentak anak-anak yang berada di kelas menoleh ke arah Farah. Saat Farah sudah menyadari apa yang terjadi, dengan cepat ia memberikan alasan kepada teman-temannya ‘nggaa ko buka apa-apa, cuma masalah film aja ko hehehe maaf ya’.
“Yoo tau ga? Gue malu bangetttttt!” bisik Farah ke telinga Tio.
“Tuh kan, gara-gara Ari lo tuh bisa jadi gila Dan ga biasanya juga lo malu. Euh dasar” ucap Tio sambil memukul pundak sahabatnya itu.
***
Dari semalam Farah dan Ari saling balas membalas pesan singkat hingga pada akhirnya Farah lah yang tumbang duluan. Dan saat Farah terbangun, ada lima pesan singkat dari Ari yang semua isinya sama ‘Far, tau ga? Sebenernya gue tuh ada rasa sama lo. Gatau kenapa, tapi lo jangan marah ya, gue ga minta lo agar kita menjalin hubugan tapi gue hanya ingin ngasih tau ke lo isi hati gue yang sebenernya udah gue pendem lama banget. Sebenernya waktu dulu kita itu satu SMP, gue selalu merhatiin lo kalo lo lagi main basket, gue emang ga aktif main basket di sekolah karena itu mungkin lo ga pernah ngeliat gue kalo lagi di sekolah. Awal gue liat lo itu waktu lo masih kelas tujuh, waktu dulu rambut lo panjang ya? Nah, ketika gue liat lo main basket kemarin gue sempet kaget ngeliat rambut lo pendek. Yaa tapi itu ga jadi masalah sih, hehehehe. Cukup sekian dari gue ya Far, mimpi indah ya.’
Rasa? Rasa apa? Hanya itu yang ada di benak Farah. Karena Farah memang agak kurang gesit meresapi kalimat seperti itu, Farah pun menceritakan apa yang sedang terjadi kepada Tio lewat telefon. Setelah Tio berjuang untuk memberikan penjelasan kepada Farah, akhirnya Farah menyadari makna dari kata ‘rasa’ itu. Sesuai janjinya kepada Tio, Farah tidak akan berpacaran dulu. Dan syukurnya Ari tidak meminta hal itu. Tapi mau gimana juga yang namanya rasa cinta itu pasti ada rasa ingin memiliki meskipun hanya sedikit. Makanya Farah akan memberi jawaban untuk pertanyaan itu tanpa harus Ari tanya dulu.
Seharusnya pukul 13.00 Farah sudah berada di rumah, tapi hari ini dia harus berjuang selangkah lagi menjadi sang juara. Ya, Farah akan bertanding barket lagi, hari ini adalah final. Dan Farah berharap semoga yang menjadi wasit bukan Ari, karena apa? Farah tidak akan bisa konsentrasi di lapangan jika ada Ari disitu. Jika Farah melihat Ari pasti penyakit ‘gila’nya kumat lagi.
Dengan sepatu longgar milik Ari berwarna biru gelap Farah melakukan slam dunk yang sangat memukau. Tapi sayang, sepatu itu mematikan gayanya. Saat Farah melompat untuk memasukan bola ke ring basket, sebelah dari sepasang sepatu yang ia pakai lepas. Tapi, ga apa-apa deh, syukur hanya penonton yang melihat kejadian itu. Dan bukan Ari. Farah memang maksa meminjam sepatu Ari, dikarenakan sepatu basketnya yang rusak. Pertandingan berakhir dengan perolehan nilai 32-25. Nilai terbesar diraih oleh tim Farah bersama rekan-rekan remaja putri seperjuangannya. Saat Pak Kumis alias Pak Yana memberikan selamat kepada Farah, disampingnya berdiri dengan tegap seseorang bertubuh tinggi. Siapa lagi? Itu adalah Ari, ternyata Ari menyaksikan pertandingan itu. Setelah bersalaman dengan Pak Yudi, Farah bergegas meninggalkan tempat itu tanpa mengharapkan memegang piala bersama milik timnya. Namun saat Farah meninggalkan lapangan ada tangan yang mencegahnya. Tangan itu adalah tangan Ari.
“Hehhh, ngapain kabur? Ngapain juga tadi sepatu gue dibuang-buang?” Tanya Ari kepada Farah.
“Ihhhhh, udah deh Itu bakan dibuang, tapi jatoh. Malu tau!” tukas Farah dengan kasar yang pipinya mulai memerah.
“Yaudah dehh, kalo ngambek balikin dong sepatunya!” pinta Ari sambil mengulurkan tangannya.
“Ihhhhh gue ga ngambek sama lo. Tadi kan gue udah bilang kalo gue tu malu sama lo” tutur Farah dengan nada yang lembut karena tidak mau sepatu yang sedang ia pakai diambil oleh Ari.
“Euhh kamu iniiii, yaudah kasih respon dong untuk sms gue yang malem” pinta Ari sambil merapikan tataan rambut dan pakaiannya.
“Ohhh, yang kemarin. Ga ah. Kenapa engga? Karena gue belum mau pacaran, umur gue belum cukup. Dannn, gue itu udah anggap lo kakak gue, gue udah anggap lo sahabat gue. Sahabat emang bisa jadi pacar, tapi setelah itu apa bisa jadi sahabat lagi? Cinta itu ga harus memiliki Ri. Gue akui, gue emang suka sama lo. Lo ngebuat hidup gue jadi unik, jadi berbeda dari biasanya. Thanks ya, you make me change Ri”
Setelah Farah selesai berbicara panjang lebar di depan Ari. Dengan sigap Ari menggendong Farah sambil tertawa bahagia dan membawa Farah ke tengah lapang untuk berfoto bersama regu basket SMP Negeri 115-sekolah Farah. Tapi sayangnya saat Ari masih menggendong Farah kamera sudah terlanjur mengambil gambar. Tapi itu bukan masalah. Setelah foto itu dicetak, Farah langsung membingkai foto itu dengan bingkai warna biru yang bertuliskan ‘this is my experience with you’.
Tamat.
PROFIL PENULIS
Nama : Dita Puspitasari
Alamat rumah : Perum Sarijadi Blok 13 No 13 RW 08 RT 02 Kecamatan Sukasari, 40151 Bandung
TTL : Bandung, 30 Januari 1997
Sekolah : SMPN 12 Bandung
Kelas : 9c
Email : dita.puspitasari_12@yahoo.com (fb dan y!m), ditaeyang00@yahoo.co.id
Alamat rumah : Perum Sarijadi Blok 13 No 13 RW 08 RT 02 Kecamatan Sukasari, 40151 Bandung
TTL : Bandung, 30 Januari 1997
Sekolah : SMPN 12 Bandung
Kelas : 9c
Email : dita.puspitasari_12@yahoo.com (fb dan y!m), ditaeyang00@yahoo.co.id
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.
0 comments:
Post a Comment